Sunday, October 14, 2012

Microteaching, Bagian 1 (Mengenal RPP)


Hari ini Kamis, 04 Oktober 2012 kami semua calon Pengajar Muda menjalani simulasi mengajar (micro teaching) dimana kami harus mempersiapkan materi pelajaran yang sudah kami dapatkan sehari sebelumnya berdasarkan hasil random yang diberikan oleh panitia. Tugas kami dalam sesi ini yaitu menyampaikan materi sesuai “konstruk” kepada siswa dengan sekreatif mungkin. Kreatif dalam artian cara mengajar, metode, alat peraga yang digunakan, efektivitas waktu dan bagaimana mengendalikan kelas supaya materi tetap tersampaikan. Kami terbagi menjadi empat kelompok besar, dimana setiap kelompok terdiri lebih kurang 14 orang dan setiap orang harus membawakan materi selama 25 menit.

Pada tugas kali ini aku kebagian untuk menyampaikan materi matematika kelas 2 SD. Kompetensi Dasar yang akan harus dicapai adalah siswa mampu menggunakan alat ukur berat dan mampu untuk menyelesaikan masalah yangg berkaitan dngan berat benda. Indikator pengetahuan untuk mengukur hal tersebut ada tiga macam. Pertama, alasan mengapa memakai satuan ukur baku. Kedua, alat ukur berat satuan baku dan yang ketiga yaitu cara mengukur dengan alat ukur satuan baku.

Malam sebelum hari pelaksanaan Micro Teaching aku berpikir bagaimana cara menyampaikan materi dengan baik ya? Akupun berdiskusi dengan beberapa teman seangkatan. Dalam benakku bertanya, “Bahan bekas (tidak terpakai) atau bahan disekitar lingkungan asrama apa saja yang bisa aku pakai untuk membantu menyampaikan konsep berat, satuan baku dan alat ukur nanti ya?” Selintas dalam benakku terbesit ide, “Paling menggunakan dahan/ranting/bambu aja untuk membuat timbangan sederhana, tapi dimana aku bisa dapatkan semua itu?, belum lagi buat menyatukan bambu untuk dijadikan timbangan”.
 
Benda-benda yang bisa aku pakai untuk ditimbang paling batu, mangga, bahan-bahan mandi seperti sabun, pasta gigi, detergen yang sudah ada ukuran beratnya sebagai acuan/ukuran untuk menimbang nantinya. 

Yeaahhh aku pasti bisa sukses membawakan materi ini”. Dalam hatiku berteriak. Akhirnya sedikit ada gambaran apa yang harus aku persiapkan dan lakukan untuk malam ini. Tidak sampai disitu, kami juga harus mempersiapkan RPP (Rencana Perencanaan Pembelajaran). Hmmm makanan apa lagi ya ini??

Minggu ini kami semua berkenalan dengan apa namanya RPP. Mencoba untuk lebih akrab dan lebih dekat dengannya. Yahh, maklumlah sebagian dari kami tidak berasal dari jurusan Keguruan, dan aku jamin belum terlalu familiar dengan apa itu namanya RPP.  Membuat RPP merupakan tugas mulia di angkatan kami, dimana kami harus membuat RPP kelas IV SD untuk mata pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia, IPA dan IPS yang nantinya akan di estafetkan ke Pengajar Muda angkatan VI. Dari semua itu, kami membagi rata ke 52 Calon Pengajar Muda dengan adil. Aku memutuskan untuk mengambil Matematika aja karena aku pikir lebih mudah dari pada mata pelajaran yang lain.

RPP merupakan sebuah guide line yang kita buat sebelum mengajar dimana dalam RPP terdapat beberapa hal antara lain; topik yang akan disampaikan, alokasi waktu, indikator yang akan dicapai, gambaran kegiatan yang akan dilakukan selama pertemuan dan refleksi untuk guru sendiri sebagai bahan evaluasi. Dari RPP itu kita akan tahu langkah apa yang akan kita lakukan ketika mengajar dan hal apa saja yang harus disiapkan sebelum mengajar. Hal tersebut tentunya sangat berguna bagi guru sehingga tidak terkesan seadanya ketika mengajar.

Itulah gambaran yang kita kerjakan di minggu ke IV selama training ini. Hal ini tentunya pembelajaran dan pembiasaan untuk kami semua karena nantinya kami di daerah penempatan akan mengerjakan hal yang serupa, yaitu membuat RPP sebelum mengajar. Apa lagi kalo nanti kepala sekolahku dimana aku ditugaskan menyuruh untuk menulis tangan RPP nya. Bagi aku pribadi, pembuatan RPP memerlukan banyak tenaga dan pikiran karena harus memikirkan ide kreatif dan metode mengajar serta pengelolaan kelas yang tepat agar materi tersampaikan. Lebih-lebih aku sendiri bukan dari background pendidikan/keguruan. Tapi itu tidak menjadi hambatan untuk aku pribadi dan kami yang tidak dari background keguruan. Kami yakin kami bisa mengerjakannya dengan baik.

Kembali ke cerita micro teaching di atas, akhirnya aku menulis RPP sederhana sebagai bukti administrasi bahwa aku sudah merencanakan bentuk pembelajaran yang akan aku lakukan nantinya. Berikut gambaran RPP yang sudah aku coba susun beserta media/alat bantu yang aku coba siapkan untuk micro teaching besok.


Hari kamis akhirnya datang juga, aku bersama teman-teman satu kelompok menuju ruangan kelas. Kebetulan aku mendapat giliran di tengah sebelum istirahat makan siang. Yahh Lumayanlah bisa menyaksikan temen-temen yang lain dulu bagaimana mereka mengajar. Kami semua berperan sebagai siswa sementara satu teman kami mengajar. Kami semua ber-acting laksana siswa SD sesuai dengan kelas dan materi yang disampaikan oleh masing-masing dari kami. Ada yang kelas 1, kelas 2, kelas 5 dan kelas 6. Bisa Anda bayangkan pastinya bagaimana tingkah kami di kelas. Tapi kami tidak  “heboh” sekali mengingat tujuan atau penekanan dari micro teaching pertama ini untuk melihat apakah kami bisa menyampaikan “konstruk” materinya apa belum, bukan semata-mata pengelolaan kelasnya. Kami hanya kritis bertanya kepada guru yang kadang membuat guru blank dan kesulitan untuk menjawab dan menjelaskan. Misalnya ketika temanku yang namanya Tika sedang mengajarkan tentang konsep panjang ukuran baku dan tidak baku. Ketika dia menjelaskan tentang satuan centimeter dan meter. Temen-teman bertanya
“Bu, kenapa sih kita harus memakai centimeter atau meter?"
“Bu, siapa yang nemuin nama centimeter dan meter Bu? Bedanya apa ya Bu? Kan dua-duanya ada kata meternya Bu?”
Si Tika menjawab, “meter dan centimeter itu saudara”.
“Siapa yang jadi kakak dan siapa yang jadi adiknya Bu?” Tanya temenku.
“Meter itu kakaknya, sedangkan centimeter itu adiknya”. Begitulah jawaban Tika dimana berusaha untuk membuat mereka paham akan konsep meter dan centimeter.

Tak kalah hebohnya ketika kelas Bu Ajeng berlangsung. Bu Ajeng mengajarkan materi tentang rotasi bumi. Kami semua dibagi menjadi tiga kelompok olehnya. Masing-masing kelompok ada yang berperan menjadi matahari sementara yang lain melingkar. Matahari menyinari Bumi (kami yang melingkar) dengan menggunakan senter dalam keadaan ruangan gelap.  Bu Ajeng ingin menyampaikan konsep bahwa pergantian siang dan malam adalah karena rotasi bumi.

Di kelas tersebut, kami bertanya dengan kritis juga.
“Bu, kenapa bumi berputar ya Bu?, siapa yang memutarkan Bumi Bu?.”
“Bu, berputarnya ke arah mana Bu?, pelan atau cepat Bu?”
“Bu, kenapa matahari bersinar? Kalo gak bersinar gimana?”
“Apa yang terjadi kalo bumi berhenti berputar bu?”
“Bu, berputarnya bukan mengelilingi matahari ya Bu? Kenapa ditempat aja?”

Itulah sedikit gambaran suasana micro teaching pertama kami. Kebetulan aku dapat giliran sebelum istirahat siang. Sebenernya deg-degan juga bagaimana membawakan materi ini agar siswa-siswa (walaupun temen kami sendiri) paham dan nangkep apa yang jadi fokus materi.

Kegiatan awal di RPP aku putuskan untuk membuat group menjadi 3 kelompok akhirnya gak kesampaian ketika di lapangan. Aku hanya melakukan review tentang konsep berat yang mereka pahami. Untungnya sebelum aku maju, temenku ada yang membawakan konsep berat dan ringan satuan tidak baku. Paling tidak mereka sudah ada gambaran. Akhirnya aku hanya me-review pemahaman mereka saja di awal kegiatan. 

“Tadi ama Pak Stanley udah belajar tentang berat kan? Coba anak-anak, batu ama kertas berat mana? Batu dengan daun lebih berat mana?”

Rupanya anak-anak masih inget konsepnya, jadi mereka bisa semua membedakan mana yang berat dan ringan. Untuk mencairkan suasana aku ajak mereka bernyanyi seperti ini.

“Siapa suka hati tepuk tangan” serentak anak-anak tepuk tangan.
“Siapa suka hati angkat tangan (anak-anak pada angkat tangan), siapa suka hati tunjuk jari (siswa pada tunjuk jari), siapa suka hati mari kita lakukan, siapa suka hati tepuk tangan (siswa tepuk tangan)”.

Setelah itu, aku mencoba mengajak mereka untuk memegang benda apapun di tangan kanan dan kirinya. Benda-benda yang ada di sekitar mereka, bisa pulpen, spidol, buku, kotak pensil, dll. Setelah itu aku tanya satu-satu ke mereka.

“Dari benda yang ada di tangan anak-anak semua, di kanan dan kiri, mana yang lebih berat?”

Aku tanya satu-satu untuk me-review pemahaman mereka, akhirnya mereka bisa semua dan paham. Alhamdulillah aku sedikit tenang.

Langsung masuk ke konsep yang aku mau sampaikan, yaitu tentang satuan berat baku.
“Anak-anak, satuan berat itu apa ya? Siapa yang tahu hayoo?”

Jeng-jengggg, mereka tidak tahu. Hmmmm (bingung),

“Nah, siapa yang suka beliin ibu atau bantu Ibu membeli gula atau beras, angkat tangan!”
“Saya Pak” si Ria angkat tangan.
 iya Ria, membeli apa biasanya?” tanyaku
“Beli gula Pak”.Jawab Ria
“Biasanya belinya berapa Ria?”
“Satu kilo Pak”

Yesss, aku lega.

“Hayoo siapa lagi yang sering beli gula atau beras?”
“Beli beras Pak”, jawab si Tala.
“Tala biasanya beli berapa berasnya?”
“Belinya beda-beda Pak, kadang 10 kilo, kadang 20 kg”. Saut Tala.
“Nah anak-anak, kilo itu satuan berat yang baku yang sering kita pakai dalam kehidupan sehari-hari, misalnya si Tika mau beli gula, pasti belinya dalam kiloan bukan beli satu plastik, iyaa tidak anak-anak? Karena kalo kita beli gula 1 plastik, itu bisa jadi beda isinya. Mungkin pas beli satu plastik di toko Bang Haji dan beli di toko Bu Hindun, lebih banyak kalo beli di Pak Haji. Tapi kan kita belum tahu ukuran satu plastiknya itu berapa. Oleh karen itu, kita perlu satuan baku biar semua sama dan bisa dipake dimana-mana. Untuk lebih jelasnya, ayoo anak-anak semua berdiri dan maju kedepan, kita bernyanyi lagi.”

Serentak mereka maju kedepan semua dan aku meminta mereka membentuk lingkaran besar. Aku ajak mereka bernyanyi serupa seperti di atas “Siapa suka hati pakai batik (karena beberapa memakai batik) dst”. 

“Anak-anak, Bapak mau tunjukkan sesuatu nih, Bapak bawa barang-barang. Ini namanya timbangan sederhana dan ini benda-benda yang akan kita gunakan untuk menimbang.”
“Horeeee,, wah banyak banget Pak, ini mau jualan ya Pak?” celetuk satu siswa.
“Bukan, ini buat kita latihan hari ini” jawabku.

Pertama aku mencoba mengenalkan konsep berat dan ringan. Jika lebih berat maka ruas akan kebawah, jika lebih ringan akan ke atas ruasnya. Aku buktikan dengan percobaan penimbangan. Selanjutnya aku mengajak anak-anak untuk belajar bagaimana menimbang, menunjukkan bukti bahwa kita membutuhkan satuan baku dalam kehidupan sehari-hari. Percobaan pertama aku ajak mereka menimbang berat pasta gigi dengan batu-batuan. Ternyata berat satu pasta gigi adalah lima batu. Mereka bisa memahami hal itu karena terjadi kesimbangan ketika ruas kanan pasta gigi dan ruas kiri adalah batu yang berjumlah lima buah. Itu artinya seimbang dan anak-anak bisa menyimpulkan bahwa itu adalah berat pasta gigi sebenarnya. Namun, aku coba ajak mereka menimbang lagi dengan batu, namun ukuran batunya sedikit berbeda. Ternyata hasilnya berbeda, kali ini jumlah batunya ada delapan. Nah dari percobaan itu, aku coba ajak mereka untuk menyimpulkan bahwa ternyata ketika kita menggunakan ukuran yang tidak baku atau standar. Oleh karena itu, kita membutuhkan ukuran baku/standar.

Setelah mereka memahami pentingnya ukuran berat baku, aku coba ajak mereka untuk memahami bagaimana mengukur dan menimbang yang benar. Aku coba aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

“Ayo anak-anak, misalkan kita mau beli gula 1 kilogram ke toko, bagaimana cara menimbangnya?” tanyaku kepada mereka.

Kebetulan aku bawa ukuran 1 kilogram dari detergen besar yang senilai 1 kilogram. Akhirnya mereka semua mencoba menimbangnya dan berhasil. Aku biarkan mereka bergantian mencobanya agar mereka paham akan konsep berat dan bagaimana menggunakan timbangan sederhana yang bisa mereka buat sendiri.

Setelah selesai, aku mengajak mereka duduk kembali ke tempat duduknya. Sebelum berakhir aku coba review lagi tentang apa yang dipelajari hari ini. Mencoba bertanya satu persatu kepada mereka. 

“Apa yang kita pelajari hari ini anak-anak?”
“Kenapa kita membutuhkan satuan berat baku?”
“Apa satuan baku untuk berat anak-anak?”                                                                                   
“Coba anak-anak sebutkan benda-benda yang sering dibeli dimana sudah dalam ukuran baku, boleh kilogram, boleh gram?”
“Bagaimana kita mengukur berat benda agar mendapatkan satuan baku?”
“Sudah bisa bagaimana menggunakan timbangan?”

Lega rasanya bisa menyampaikan materi dengan lancar dan pas pada waktunya, yaitu 25 menit. Alhamdulillah mereka semua sudah bisa memahami panekanan materi yang aku bawakan. Komentar-komentar bagus juga aku dapatkan dari asesor dan teman-teman. Ternyata aku bisa menyampaikan materi dengan “konstruk”. Alhamdulillah,, aku merasa lega, tinggal mempersiapkan bahan dan strategi buat micro teaching besok yang lebih berat, penekanannya adalah pengelolaan kelas.

Dari pengalaman ini aku sangat mengerti akan pentingnya RPP (Rencana Perencanaan Pembelajaran) dalam sebuah proses belajar mengajar. RPP ini harus kita siapkan sebelum kelas berlangsung sehingga kita memiliki gambaran yang akan kita lakukan. Selain itu, kita juga harus siap dengan segala macam konsekuensi yang kita dapatkan. Tidak menutup kemungkinan bahwa dalam pelaksanaannya nanti akan berubah sekali dengan apa yang sudah kita rencanakan dari awal. Hal itu tergantung kepada situasi kelas, kondisi/kemampuan siswa dan kerjasama siswa selama di kelas karena siswa adalah pusat dari proses pembelajaran. Jadi harus mengedepankan kemampuan dan pemahaman siswa. Sebagai seorang pengajar dituntut untuk sabar, punya energi dan stamina yang bagus (lebih-lebih jika mengajar anak-anak). Anak-anak memiliki dunianya sendiri dan lebih susah dibandingkan mengajar orang dewasa. Tulus ikhlas adalah kunci untuk bisa sukses dalam mengajar.

“Menolong Tanpa Minta Nama, Tuhan Beserta Kita”

No comments:

Post a Comment

Terimakasih sudah menyempatkan diri untuk mampir. Mari berbagi pandangan, inspirasi dan ilmu pengetahuan.