Sunday, May 15, 2011

AURA DAN KARAKTER KEPRIBADIAN: SEBUAH TINJAUAN PSIKOLOGI


Pernahkan Anda merasakan atau melihat sosok seseorang yang begitu berkarisma, penuh wibawa dan disegani oleh banyak orang? Pernahkan Anda merasa sangat dekat, cocok dan merasa nyaman dengan seseorang yang baru saja kita kenal? Atau bahkan sebaliknya? Kita merasa tidak suka atau punya perasaan tidak nyaman ketika kita sedang besanding dengan seseorang yang baru saja kita kenal. Sama halnya hubungan persahabatan yang begitu dekat, dimana terjadi rasa nyaman diantara mereka. Hampir bisa dipastikan kita semua pasti pernah merasakan pengalaman tersebut. Lalu yang menjadi pertanyaan adalah, bagaimana hal tersebut bisa terjadi? Itulah yang akan penulis coba sedikit paparkan dalam tulisan ini.  

Berdasarkan literatur kesehatan yakni yoga, prana, autohipnosis dan meditasi,  dikenal bahwa manusia juga memiliki tubuh halus (aura) yang hanya dapat dilihat oleh orang-orang yang berbakat, yakni individu yang memiliki kemampuan extra sensory perception (ESP) yang berkembang dengan baik. Aura merupakan sinar elektromagnetik yang memancar dari tubuh seseorang dan berbentuk elips yang mengelilingi tubuh fisik. Kualitas warna dan dan kepadatannya mengindikasikan kesehatan dan karakter seseorang (Carol & Tober 2006). 

Aura dapat membuat orang lain menjadi tertarik dan kagum dengan diri seseorang. Perlu dipahami juga bahwa aura ada dua yakni aura dalam dan aura luar. Aura luar merupakan aura yang lebih menunjukkan kondisi emosi atau perasaan seseorang. Jadi warna aura luar ini sangat dinamis tergantung dari kondisi emosi seseorang, ketika orang lagi sedih pasti akan berbeda dengan warna aura ketika lagi senang dan bahagia. Itulah kenapa ada seseorang yang bisa langsung menebak kita bahwa kita lagi sedih atau lagi bahagia walaupun tanpa bertanya kepada kita. Bagi individu yang punya kelebihan melihat aura, pasti tidaklah sulit menyimpulkan hal tersebut.  Selain aura luar, manusia juga memiliki aura dalam. Aura dalam ini lebih konstan dan merupakan bawaan lahir, pemberian Tuhan yang menetap pada diri seseorang. Aura inilah yang menjelaskan dan berkaitan dengan karakter dan kepribadian manusia. 

Seperti yang telah penulis paparkan di depan bahwa warna aura terbagi menjadi tujuah mengikuti warna pelagi yaitu merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila dan ungu. Ketujuh warna tersebut diklasifikasikan menjadi dua yaitu aura langit dan aura bumi berdasarkan letaknya. Aura bumi terdiri dari merah, jingga dan kuning. Sedangkan aura langit terdiri dari biru, nila dan ungu. Seseorang dengan warna aura bumi lebih banyak menggunakan rasio dalam melakukan sesuatu, sedangkan seseorang dengan warna aura langit lebih dominan menggunakan intuisi dalam melakukan sesuatu. Sedangkan hijau merupakan aura netral diantara aura langit dan bumi, sehingga biasanya orang dengan warna hijau memiliki karakter mudah bersosialisasi dan menyesuaikan diri.
Pendekatan warna aura di atas, mampu menjelaskan bagaimana karakter atau kepribadian seseorang. Seseorang yang memiliki warna aura yang sama, memiliki karakter kepribadian yang hampir sama pula. Itulah sebabnya kenapa ada seseorang yang begitu sangat dekat dan nyaman ketika bersama dengan orang lain. Namun, sebaliknya ketika aura kita berbeda, artinya berbeda jauh jaraknya maka biasanya seseorang akan merasa tidak cocok, tidak nyaman jika mereka berdekatan dalam arti sering terjadi konflik. Bahkan ketika pertama kali berjumpa, kita bisa merasakan kenyamanan atau ketidaknyaman tersebut, walaupun kita belum tahu siapa orang yang kita jumpai tersebut.

Warna aura memang sedikit banyak memberikan penjelasan tentang karakter kepribadian manusia. Dari beberapa literature yang penulis baca, berikut penjelasan secara singkatnya. Pertama merah, seseorang dengan aura berwarna merah kebanyakan dipenuhi oleh kuasa dan ego untuk mencapai kesuksesan, sifatnya suka memerintah, bertanggung jawab, mempunyai sifat pemimpin. Sedangkan sifat negatife dari warna merah ini adalah egois. 

Kedua adalah jingga, seseorang yang memiliki pancaran aura berwarna jingga mempunyai sifat kepedulian dan kasih sayang dan mudah bergaul. Selain itu, warna jingga ini juga mempunyai sifat sebagai juru damai, penimbang rasa, dan praktis. Sedangkan Sifat negatif warna jingga ini adalah, malas, tidak mampu dan tidak peduli. 

Ketiga adalah  kuning, seseorang yang pancaranya auranya berwarna kuning memiliki sifat yang antusias dan mengasyikan, berpikir dengan cepat dan menghibur orang lain, senang berkumpul, dinamis,  identik dengan gagasan dan berekspresi. Sifat negatif dari warna kuning adalah curiga/iri hati.
Keempat adalah hijau, seseorang dengan pancaran aura berwarna hijau memiliki sifat sejuk dan damai serta memiliki bakat untuk menjadi seorang penyembuh alami. Sikapnya kooperatif, dapat dipercaya, dan murah hati. Sifat hijau juga menyukai tantangan, bekerja tanpa kenal lelah, dan mudah dimintai pertolongan. Sifat negatifnya bersifat kaku dalam memandang setiap persoalan yang terjadi dalam kehidupannya, baik itu dalam keluarga ataupun lingkungan sosialnya. 

Kelima adalah biru, seseorang yang pancaran auranya berwarna biru secara alami mempunyai sifat positif dan antusias. Warna biru biasanya berhati muda, tulus, jujur dan jika bertindak sesuai dengan pikirannya, mempunyai kebebasan, tidak suka dibatasi atau dilarang. Menyukai hal-hal baru, bisa menutupi perasaan dan bisa menyimpan rahasia. Sifat negatifnya kesulitan menyelesaikan tugas.
Keenam adalah nila,  sifat dari warna aura ini adalah hangat, mampu menyembuhkan dan mengasuh orang lain. Warna ini juga menandakan di pemiliknya senang memecahkan maslah, bijaksana dan suka menolong. Sedangkan sifat negatifnya adalah tidak mampu mengatakan “tidak” sehingga sering dimanfaatkan orang lain untuk melakukan beberapa hal tertentu yang diinginkan oleh orang tersebut.

Terakhir, adalah ungu, seseorang yang pancaran auranya berwarna ungu, maka berarti orang tersebut menyukai kegiatan-kegiatan spiritual dan metafisika. Sifat negatifnya adalah merasa unggul dari yang lain.

33B NARATION (KENANGAN AKAN SEBUAH PERSAUDARAAN)

Tak terasa malam sudah tiba,,
tak terasa pula tiga tahun kurang bersama,,
tak ada yang berbeda dan berubah diantara kita,,

Rosyid yang paling alim diantara kita,
Agung yang paling aktif bagai artis yang sedang laris,
tak lupa pula si tinggi besar wirawan noviana yang selalu online setiap harinya,,
satu lagi datang dari ujung loksumawe yang keras dan tegas,, yah itulah Riandi Rizka
itulah gambaran cerita singkat penghuni 33B yang tentunya penuh realita dan suka cita,

tak ketinggalan satu orang dari sunda satu ini, baik hati, penyabar, paling rajin dan ibu dari segala ibu di 33B, ya siapa lagi kalo bukan Sendi yang datang dari SukaBumi,
tak lupa kawan satu kamar yang sibuk, kadang jarang pulang,, tapi demi satu kepentingan yang mulia, yaitu atas nama kemahasiswan, itulah mantan Sekjen kita Ai Nurhidayat,

Lain ladang lain belalang, tak ada yang sama persis diantara kita,
Yoga yang hitam dan cerdas, bukan juga pemalas. Edi yang idealis tapi berwibawa, namun akhir-akhir ini jarang diasrama karena kesibukan politiknya. Sahid yang datang dari Jogja  dengan ciri dan khasnya, si Abdul dg gaya biacara yang sangat berbeda dari orang-orang biasanya,

Yang satu ini dari Jogja, pendiam, tak banyak bicara, namun selalu membawa perdamaian diantara kita, itulah sosok ketua 33B award malam ini, siapa lagi kalo bukan Risyad,
Ada juga yang sangat pendiam, saking diamnya hingga jarang marah, tapi dg semakin diamnya dia,, asrama semakin tentram, hahaha.. Itulah sosok si Enur dari Tasikmalaya,
Anwar pemuda yang jarang diasrama, kesibukannya mengalahkan para artis paling ternama, Eko, sosok pria yang pandai menari, pandai memasak, baik hati dan suka dipuji, satu lagi yang baca tulisan ini,siapa lagi kalo bukan Suhar,, hehe.. gak perlu disampaikan karena memang sudah berkesan kan? Hehehe

dari kamar VIP kita akan berkunjung ke kamar VIP kelas 2, hehehe

si Tinggi dari Medan, jahil tapi pintar menghafal, tak salah kalo jadi guide disbuah museum terkenal, siapa dia? Iya, itulah Rian pri dari Medan,

Pemuda satu ini lain dari yang lain, datang dari tanah sumatera,, sukanya bergaya, berdansa dan berfoto-foto Ria, si Edison yang paling tampan diantara banyak wanita,

Laki-laki ini jauh datang dari Timur Jawa, gak ada yang berbeda, tetap pendiam, sopan, alim, ya itulah Darusalam dari Madura,

dari Madura, kita berangkat ke Jepara, pemuda yang lahir dr kota tanah Kartini yang jago kaligrafi, suka bangat menghabiskan malam lebih cepat dg tidur pulas, tapi jangan salah, dia jg pintar fisika lo, makanya tidak salah kalo ingin jadi profesor.. hehe.. ya itulah sosok Fathur Rohman

dari Jepara kita ke Tanah Sunda, si Aan yang menjadi seksi acara, orangnya suka sekali dg seni drama, tak salahkan ditunjuk sbg seksi acara, satu lagi pemuda datang dari Bengkulu yang suka sekali menyendiri dan bertepi, tapi jangan salah, dia suka sekali merawat diri, hahahaha (pissss)... itulah Dodi yang putih diantara kami,, hahaha

Dari lantai bawah kita menuju lantai atas, tak banyak orang cuma dua orang yang sama sama datang dari tanah cirebon dan Majalengka,,

Si Riki yang ahli komunikasi dan laris bak fotografer ternama, namun sayang, karena kesibukannya hari ni tak datang diacara malam penganugerahan,

Terakhir si Adi yang kecil tapi berisi, hehehe.. berisi ilmu pengetahuan pastinya,,
orangnya wise dan selalu membawa kedamaian ditengah-tengah perdebatan,

Itulah sekelumit cerita penghuni 33B, yang selalu antusias, penuh tawa dan canda. Tak banyak yang berbeda. Tapi inilah realita, realita menuju masa depan yang lebih bermakna.


Kita bersatu untuk bersaudara dan berkarya
Tuhan Beserta Kita

Thursday, March 3, 2011

Gangguan Kepribadian : Perspektif Psikologi Islam


Sering kita mendengar istilah gangguan kepribadian, orang berkepribadian ganda. Terkadang kita sering mendengar orang memberikan label kepada orang lain bahwa tidak punya kepribadian. Lalu, apa sih sebenarnya gangguan kepribadian? Berdasarkan perspektif psikologi Islam, gangguan kepribadian adalah serangkaian perilaku manusia yang menyimpang dari fitrah asli yang murni, bersih dan suci, yang telah ditetapkan oleh Allah SWT sejak zaman azali (Mujib, 2007). Gangguan tersebut dapat menyebabkan rusaknya jiwa sehingga jiwa menjadi kosong, hati akan mati, walaupun secara fisik terlihat gagah dan sehat. Individu yang mengalaminya akan mengalami kekosongan kalbu, gelisah, gersang, dan tidak dapat menikmati kehidupannya.
            Dalam konsep islam istilah gangguan kepribadian ini sering diidentikkan dengan akhlak tercela, yaitu perbuatan yang dilarang oleh ajaran agama.  Dalam persepektif psikologi islam sendiri gangguan kepribadian diartikan sebagai perilaku yang berdosa dan merupakan penyakit hati yang dapat menggangu realisasi dan aktualisasi diri seseorang (Mujib, 2007). Dari pengertian tersebut, maka dapat kita ketahui bahwa perilaku dikategorikan sebagai gangguan kepribadian Islam jika berbau dosa, jika tidak maka belum bisa dikatakan sebagai gangguan kepribadian dalam Islam. Gangguan kepribadian yang mengarah kepada perilaku buruk sering dikenal dengan istilah psikopatologi. Dalam konsep psikologi Islam sendiri, psikopatologi diakibatkan oleh kefitrian qalbu manusia hilang, karena qalbu menjadi pusat kepribadian manusia. Selain itu, psikopatologi bersumber dari dosa (guilty feeling) dan perilaku maksiat.  Dalam Islam psikopatologi ini dikenal dengan istilah penyakit hati. Antara dosa dan psikopatologi merupakan hubungan yang sangat dekat dan erat, karena dosa merupakan sumber dari psikopatologi. Dosa mengandung dua unsur psikopatologi, pertama adalah simptomatis (al-mas`alah al-maradhiy), yang mana individu merasa bimbang, resah, gelisah, konflik dan cemas dalam dirinya. Kedua, masalah penyesuaian diri (al-mas`alah al-tawafuq al-nafsî), yang mana individu merasa teralienasi (tanfir) dengan lingkungannya (al-bi`ah).
اَلإِثْمُ مَا حَاكَ فِي صَدْرِكَ وَكَرِهْتَ أَنْ يَطَّلِعَ عَلَيْهِ النَّاس
Dosa adalah apa yang dapat  membimbangkan hatimu dan engkau merasa benci apabila perbuatan itu diketahui oleh orang lain.” (HR. Muslim dan Ahmad dari al-Nawas ibn Sim’an al-Anshari).
           

Sunday, February 13, 2011

Secercah Harapan yang Hampir Pudar

“Udahlah gak usah sekolah tinggi-tinggi, mending kerja aja.. dapet uang,,”
“Ngapain jual rumah, jual sawah buat sekolah? Mending sawah dikelola buat makan dan hidup,, mending suruh kerja aja!”
“Mau sekolah tinggi-tinggi, klo dari kecil memang petani, ya bakalan balik lagi jd petani”
“Bapak gak bisa sekolahin kamu tinggi-tinggi,, soalnya gak kuat biayanya,, klo memang kamu pengen sekolah tinggi,, ya cuma sawah dan rumah itu yang ada, klo memang terpaksa dijulal gak apa-apa buat sekolah”

Masalah finansial memang jadi kendala utama bagi seorang Arya, remaja desa terpencil untuk menggapai mimpi-mimpinya yaitu menjadi orang sukses, meriah karir yang gemilang, mengangkat derajat keluarga dan membangun desanya. Mimpi-mimpi yang ia rajut sejak dulu rasanya hampir hilang bak ditelan alam seketika setelah tidak ada dukungan dari orang-orang sekelilingnya.

Setelah lulus SD, Arya melanjutkan ke SMP. Namun, ketika mencapai puncak kelulusan SMP. Dia bingung akan kemana melangkahkan kaki, memilih jalan untuk mewujudkan mimpi-mimpinya. Arya termasuk bintang di sekolahnya, walaupun ia lahir ditengah keluarga yang serba sederhana. Ibunya sakit ketika ia masih bayi sehingga terpaksa melepaskan mata pencahariannya, nyaris hanya ayahnyalah yang selama belasan tahun mengasuh dan membesarkannya.

Arya sadar bahwa dirinya bukan siapa-siapa. Mereka tidak seperti kawan-kawannya yang bisa melenggang, memilih sekolah yang mereka inginkan dengan hanya bilang ke orang tuanya. Setiap ditanya “Arya, kamu maw ngelanjutin kemana?”. Arya bingung maw jawab apa. Dia hanya bisa menjawab “ Do’akan saja ya, ak belum taw mau kemana nantinya” . dalam hatinya selalu berdoa, “ Ya Robb, berikan jalan dan kuasaMU, aku tahu engkau maha adil, engkau jadikan aku seperti sekarang karena engkau mempunyai rencana yang indah untuk aku dan keluargaku”.

Friday, February 11, 2011

PENTINGNYA PERAN GURU : SEBUAH TINJAUAN PSIKOLOGIS


Sebuah kisah nyata yang terjadi di dunia pendidikan sekitar kita, dimana kisah ini terjadi di lingkungan pendidikan dasar. Betapa pentingnya peran guru dalam mendidik anak didiknya, bukan hanya transfer knowledge, tapi lebih dari itu. Memang benar, peran dan tanggung jawab guru memang beban moral. Memang sangat benar, sehingga banyak guru-guru yang belum siap mental mengundurkan diri dari aktivivtasnya karena beban moral yang ditanggungnya sangat berat menurut pemikirannya. Namun, banyak pula yang bertahan dengan berbagai alasan dan meningkatnya kebutuhan hidup. Dalam hal ini, ada sebuah cerita nyata yang menarik dan syarat akan hikmah dan amanah yang dapat dipetik.

Di sebuah kelas 5 SD, ada seorang guru bernama Miss Thomson. Selayaknya guru SD pada umumnya, seorang guru memegang kendali penuh dengan kelas yang diampunya. Di depan murid-muridnya Miss Thompson berkata bahwa ia akan mencintai mereka semua (anak didiknya) tanpa membeda-bedakan. Namun, hal tersebut mustahil. Tepat di bangku paling depan, dengan posisi duduk yang melorot seorang murid bernama Teddy. Sepengatahuan Miss Thompson, Tedy adalah anak yang pendiam, suka menyendiri dan tidak mau bermain dengan teman-teman sekelasnya, pakaiannya lusuh dan kotor dan bisa jadi menurut Miss Thompson, Teddy adalah anak yang tidak menyenangkan. Dalam kesehariannya Miss Thompson terpaksa harus menandai kertas ulangan dan latihan si Teddy dengan tinta merah teball dengan tanda F yang berarti (FAIL/GAGAL).

Disekolah tersebut, kepala sekolah menghimbau kepada semua guru untuk melihat ulang catatan dari semua murid-muridnya.  Hingga pada suatu ketika, Miss Thompson melihat ulang catatan Teddy mulai dari kelas satu dan betapa terkejutnya Miss Thompson ketika membaca ulang catatan tentang si Teddy dikelas sebelumnya :

Guru Kelas 1 memberikan cacatan bahwa Teddy adalah murid yang cemerlang, siap tertawa dan gembira. Dia mengerjakan semua tugas-tugasnya denga rapi, sopan dan penuh dengan semangat kegembiraan.

Pentingnya Penanaman Spiritual Intellegence (SQ) pada Anak: Sebuah Tinjauan Psikologi Islam


Globalisasi menuntut adanya perubahan yang besar dalam segala aspek kehidupan baik positif maupun negatif. Perubahan negative yang terjadi akibat globalisasi perlu diantisipasi melalui intervensi dalam pola pengasuhan sejak dini agar anak tidak mengalami dehumanisasi. Menurut Fromm (1995) dehumanisasi merupakan suatu proses dimana mulai ditinggalkannya nilai-nilai kemanusiaan (etika, moral dan agama) dan digantikannya dengan mendewa-dewakan aspek material semata. Oleh karena itu, perlu adanya perhatian serius dari orang tua maupun kalangan pendidik untuk memperhatikan kebutuhan-kebutuhan mendasar si anak. 

Clinebell (dalam Hawari, 1996) menegaskan bahwa anak memiliki kebutuhan dasar spiritual yang harus dipenuhi agar bisa membawa anak dalam keadaan yang tentram, aman, damai dalam menjalani hidup. Jika kebutuhan tersebut tidak dipenuhi, maka bisa menyebabkan kecemasan neurotis dan kekosongan spiritual dalam diri anak. Kekosongan spiritual (spiritual-emptiness) akan menyebabkan penyakit ketidakbermaknaan spiritual (spiritual-meaningless) dalam diri anak. Dalam kondisi yang demikian, anak akan mudah terpengaruh dan terombang-ambing oleh pengaruh lingkungan sekitarnya karena si anak tidak punya benteng yang cukup, kehilangan pegangan hidup, kehilangan keimanan dan mudah untuk putus asa (hopeless).

 Hal tersebut senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Lindenthal (dalam Hawari, 1996) yang menemukan hasil bahwa individu yang religius kurang menderita distress jika dibandingkan dengan mereka yang tidak religius. Hawari (1996) juga menegaskan kembali bahwa remaja yang mempunyai tingkat religius yang tinggi memiliki resiko yang rendah untuk terlibat dalam penyalahgunaan narkoba dan minuman keras. Dari hasil penelitian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa kecerdasan spiritual sangatlah penting dalam membentengi anak menghadapi perubahan social yang semakin deras. Dengan adanya kecerdasan spiritual ini menyebabkan anak menjadi tangguh dalam menghadapi tantangan dan hambatan sehingga tidak mudah mengalami stress/ kecemasan serta kekosongan spiritual.

Apa sebenarnya Kecerdasan Spiritual (SQ) itu? Mujib & Mudzakir (2002) menjelaskan bahwa kecerdasan  spiritual adalah kecerdasan kalbu yang berhubungan dengan kualitas batin seseorang. Kecerdasan ini mengarahkan seseorang untuk lebih berbuat secara manusiawi sehingga bisa  menjangkau nilai-nilai luhur yang belum tersentuh oleh akal pikiran manusia. Sedangkan Zohar & Marshall (2001) memaparkan bahwa SQ adalah kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan masalah makna dan nilai menempatkan perilaku dan hidup manusia dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya; menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain.

Anak-anak yang tidak memiliki kecerdasan spiritual akan mudah terjangkit krisis spiritual (spitual crisis), keterasingan spiritual (spitual alienation) dan patologi spiritual (spiritual patology). Hal ini akan meningkat seiring perkembangan dan perubahan peradaban karena kemajuan teknologi di abad globalisasi seperti sekarang ini. Hal ini tentunya harus menjadi perhatian bagi orang tua yang menjadi titik awal membentuk  pribadi dan karakter anak karena anak pada dasarnya adalah kertas kosong. Jadi hasil gambarnya akan seperti apa, itu adalah karya dari kedua orang tua /keluarga yang membesarkannya. Jangan sampai anak dibiarkan mencari kebutuhan-kebutuhan dasarnya seperti kebutuhan akan spiritualitas di luar, karena kondisi di luar rumah sangatlah beranekaragam karena sekarang ini budaya konsumerisme, hedonisme dan sekulerisme sudah mulai menggila, lebih-lebih dikota besar seperti Jakarta. Oleh karena itu, perlu adanya penerapan pola asuh yang tepat guna membentengi anak dan membentuk anak menjadi pribadi yang tangguh, tidak mudah terombang-ambing oleh perubahan hidup.

Orang tua merupakan role model bagi anak di dalam lingkungan keluarga yang pertama mereka kenal. Jika orang tua jauh dari nilai-nilai spiritualitas, maka anakpun juga akan mengikuti jejak ayah bundanya. Seperti kata pepatah, buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Anak yang cerdas spiritual sebagian besar dilahirkan dari orang tua yang cerdas secara spiritual, begitu juga sebaliknya.

Kenapa perlu mengembang kesadaran spiritual pada anak? Anak merupakan periode kehidupan yang sangat penting. Dalam hal ini, Freud menyakini bahwa usia keemasan anak pada rentang waktu 1 sampai 5 tahun. Dimana otak berkembang pesat karena stimulasi dari lingkungan. Jika kita mulai sejak dini, stimulasi baik itu yang mengasah kognitif, afektif dan psikomotorik, maka anak akan tumbuh menjadi buah hati yang saling terintegrasi diantara ketiga komponen itu. Namun, yang perlu di pahami adalah bagaimana stimulasi yang tepat sesuai dengan perkembangan si anak.

Kesadaran spiritualitas yang ditekankan oleh orang tua akan membentuk pemahaman akan spiritualitas sang anak dan tidak terjadi kekosongan spiritualitas dalam hati dan hidup. Dengan pemahaman, tentunya anak akan memaknai dan mengahayati akan pentingnya sebuah nilai spiritualitas sehingga hidupnya akan merasa lebih bermakna. Begitu itu semua dilakukan, insya Allah akan membentuk kecerdasan spiritual bagi si anak.