Monday, February 8, 2010

Gambaran dan Peranan Pola Asuh Ibu yang Bekerja dalam Meningkatkan Kecerdasan Emosi (EQ ) Anak Sebagai Modal Untuk Meraih Kesuksesan


PENDAHULUAN


Pola asuh sejak dini sangatlah menentukan pembentukan kepribadian atau emosi pada anak. Seperti layaknya kita membuat pedang dari besi, kalau kita membentuk pedang tersebut selagi panas maka apa yang terwujud adalah sama dengan apa yang kita harapkan. Tetapi bila kita membentuknya setelah dingin maka sangat sulit dan cenderung mustahil jika kita membuat bentuk seperti yang kita harapkan.

Salah satu bentuk pengasuhan yang sangat bagus adalah dengan memaksimalkan kecerdasan emosional anak kerana kecerdasan emosional ini sangatlah menentukan dalam kesuksesan hidup seseorang. Penulis berasumsi bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pola pengasuhan orang tua dalam meningkatkan keserdasan emosi dengan kesuksesan hidup anak di masa mendatang. Anak yang dibesarkan oleh ibu yang bekerja akan memiliki kecerdasan emosional yang bagus dan self esteem yang tinggi sehingga tumbuh menjadi pribadi yang tangguh dan berkarakter. Lalu, timbul pertanyaan dalam benak kita, apa yang seharusnya ibu yang bekerja (wanita karier) lakukan agar bisa tetap menjalankan peran dalam pengasuhan anaknya sehingga perkembangan psikologis anak bisa berjalan sesuai dengan perkembangan buah hatinya? Seberapa besar peranan pola asuh ibu yang bekerja terhadap perkembangan psikologis dan emosional anak?

Topik ini penulis angkat karena penulis prihatin dengan kondisi anak-anak
zaman sekarang. Jika kita tengok dengan seksama anak-anak disekitar kita, tentunyaakan menimbulkan sebuah perhatian yang serius. Bisa dikatakan anak-anak padagenerasi sekarang banyak mengalami kesulitan emosional. Banyak dari mereka menjadipemurung dan kesepian serta lebih agresif dan kurang mengindahkan sopan santun.Selain itu, mereka lebih gugup, cemas dan cenderung impulsif. Hal yang sangatmenyedihkan adalah mereka menjadi seseorang menarik diri dari pegaulan, sukamenyendiri dan merasa kurang bahagia sehingga banyak dari mereka terjebak dalampenggunaan obat-obatan terlarang.

PEMBAHASAN

Ibu yang bekerja adalah seorang ibu yang aktivitasnya melayani suami dan anak, serta ikut bekerja menambah penghasilan. Jadi, bisa dikatakan bahwa ibu yang bekerja mempunyai peran ganda yaitu mendidik anak dan bekerja. Mereka akan memiliki kepauasan hidup, punya penyesuaian diri yang bagus, memiliki harga diri yang tinggi. Dalam mendidik anak, ibu yang bekerja kurang menggunakan teknik disiplin yang keras dan otoriter, mereka lebih banyak pengertian dalam keluarganya dan anak. Selain itu, mereka akan mampu bersikap positif dalam mengatasi konflik-konflik rumah tangga, serta dapat melakukan kendali langsung terhadap permasalahan yang terjadi (Sofyan, 2005, dalam Prieska Aditya Yasmine ).

Menurut Mussen, dkk (1989) pola asuh orang tua digolongkan menjadi tiga bentuk pengasuhan. Pertama, pola asuh otoriter (Authoritarian). Pola asuh otoriter ditunjukkan dengan adanya penggarisan norma oleh orang tua serta kontrol yang ketat pada anak guna mendapat kepatuhan dan ketaatan yang mutlak. Kedua, pola asuh
permisif (permissive) merupakan bentuk pengasuhan dimana orang tua sepenuhnya memandang anak sebagai pribadi yang memiliki otonomi terhadap dirinya sendiri. Ketiga, adalah pola asuh demokratis (Authoritative) merupakan metode yang digunakan orang tua dimana mereka memberikan penjelasan dalam membuat peraturan dan perilaku yang diharapkan dengan bertambahnya usia anak. Tidak saja sampai disitu, anak juga diberi kesempatan untuk menyatakan pendapat mengenai peraturan yang dibuat.

Dari teori diatas, penulis dapat mengambil sebuah kesimpulan bahwa pola pengasuhan yang paling baik adalah demokratis (Authoritative ). Dalam penerapan pola asuh demokratis, orang tua menghargai kebebasan namun tetap diarahkan dan dibimbing dengan penuh pengertian sehingga tercapai komunikasi yang sifatnya timbal balik. Ada juga penggunaan hukuman yang bertujuan untuk memberi tekanan agar anak sadar mana yang baik dan tidak. Falsafah yang mendasari penerapan pola asuh ini bertujuan mengajarkan anak agar mengembangkan kendali atas perilaku mereka sehingga dapat melakukan meskipun orang tua tidak mengawasi, atau dengan kata lain mempunyai kesadaran diri (self awarness) yang tinggi.

Salah satu aspek yang hendaknya orang tua tekankan selain kecerdasan intelektual (Intellegences Quotient) dan kecerdasan spiritual (Spiritual Quotient) adalah perkembangan kecerdasan emosi (emosional quotient). Peran kecerdasan emosional dalam kehidupan sesorang sangatlah penting dan lebih besar dari kecerdasan intelektual maupun spiritual. Mengasuh anak dengan EQ adalah jumlah total apa yang kita lakukan, hal besar atau kecil, hari demi hari, yang dapat menciptakan keseimbangan lebih sehat dalam rumah tangga dengan hubungan dengan anak-anak. Tindakan otang tua harus menekankan pentingnya perasaan dan membantu orangtua dan anak-anak mengatasi serangkain emosi dengan pengendalian diri, bukan dengan tindakan impulsif, serta tidak membiarkan kita terlalu terbawa perasaan.

Jika kita tarik benang merah antara bentuk pola pengasuhan dan pengertian mengasuh anak dengan EQ ternyata ada kesamaan esensi yaitu adanya peran orang tua dalam membantu anak dalam mengatasi dan mengenali emosi dan perilakunya tanpa tindakan yang memaksa, tetap mendengarkan pendapat dari anak. Hal ini bisa menjadi bright solution dalam mempersiapkan anak menjadi pribadi yang tangguh dengan karakter kuat serta mampu menjawab tantangan perkembangan zaman.

Banyak penelitian yang menyimpulkan bahwa peran kecerdasan emosional sangatlah besar sekali jika dibanding dengan kecerdasan lain. ”…Dalam sebuah survey terhadap ratusan perusahaan di AS, terungkap pula faktor yang menjadikan seorang pemimpin atau manajer, yang terpenting bukanlah teknis atau analisis melainkan adalah yang berhubungan dengan perasaan dan emosi atau perasaan yang berhubungan dengan
personal. Menurut Prof. Dr. Sarlito Wirawan Sarwono, guru besar Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia, konon IQ hanya memberi konstribusi 20% dari kesuksesan hidup seseorang, selebihnya tergantung pada kecerdasan emosi (Emosional Intellegence, EI atau EQ) dan sosial yang bersangkutan. Disisi lain, 90 % “keberhasilan kerja” manusia ternyata ditentukan oleh kecerdasan emosionalnya, sisanya (sekitar 4%) jatah kemampuan teknis….”.

Menurut Goleman (1996) kecerdasan emosional merupakan kemampuan emosional yang dimiliki individu yang meliputi kemampuan mengontrol diri sendiri (self control), memiliki semangat dan ketekunan (zeal and persistence), kemampuan memotivasi diri sendiri (ability to motivate one self), ketahanan menghadapi frustasi, kemampuan mengatur suasana hati (mood) dan kemampuan menunjukkan empati, harapan serta optimisme, individu mampu membina hubungan yang baik dengan orang lain, mudah mengenali emosi orang lain dan penuh perhatian ( Tridhonanto Al & Baranda Agency, 2009 ; 11-16).

Menurut penulis, aspek-aspek dalam kecerdasan emosi yang telah dipaparkan di atas sangatlah kompleks dan sangat relevan dibutuhkan seseorang untuk bisa survive dalam menapaki perjalanan hidup yang cepat berubah. Berbekal dari kemampuan mengontrol diri dan mengenal emosi seseorang akan mampu untuk mengenali perasaan sesuai dengan apa yang terjadi, mampu memantau perasaan dari waktu ke waktu dan merasa selaras terhadap apa yang dirasaakan. Hal tersebut sangatlah penting dalam diri individu karena dialah yang mengerti akan siapakah dirinya, seberapa besarkah kemampuan dan kekuarangan yang dia miliki serta mampu untuk memenangkan diri, melepaskan diri dari kecemasan, kemurungan dan kemarahan yang terjadi. Selain hal tersebut aspek yang terdapat dalam kecerdasan emosioanal adalah kemampuan mengenali emosi orang lain yang tidak lain adalah kemampuan mengetahui perasaan orang lain (kesadaran empatik), menyesuaikan diri terhadap apa yang diinginkan orang lain serta aspek kemampuan membina hubungan, yaitu
kemampuan mengelola emosi orang lain dan berinteraksi secara mulus dengan orang lain. Dari hal tersebut sangatlah relevan jika kecerdasan emosional sangatlah penting dalam menentukan suksesnya seseorang dalam menjalani hidup.

Bagaimana pola asuh dan tingkah laku yang mestinya Ibu lakukan terhadap anaknya? Hal yang bisa ibu lakukan antara lain adalah membiasakan buah hati menentukan perasaan secara tepat, meyatakan kebutuhan emosinya, ajarkan buah hati untuk menghormati perasaan orang lain, tunjukkan sikap empati kepada orang lain, serta tidak memaksakan kehendak terhadap anak.

Berikut adalah bentuk pola asuh yang penulis rekomendasikan untuk ibu yang bekerja agar bisa melatih anak tumbuh dan berkembang dengan EQ dan kemandirian. Pertama, beri kesempatan anak unutuk memilih, anak yang terbiasa berhadapan dengan situasi yang sudah ditentukan orang lain akan menjadi pribadi yang malas unutk melakukan pilihannya sendiri. Sebaliknya, jika anak terbiasa dihadapkan dengan beberapa pilihan, maka akan terlatih untuk membuat keputusan sendiri baginya. Kedua hargai usahanya, sekecil apapun usaha yang anak perlihatkan entah itu tepat atau tidak tepat. Hal itu mampu membantu anak merasa diterima dan dihargai. Ketiga, hindari banyak bertanya. Pertanyaan yang ibu ajukan sebenarnya menunjukkan perhatian pada anak, tetapi jika terlalu sering dapat diartikan sebagai sikap yang terlalu ingin tahu. Oleh karena itu, sebaiknya ibu menghindari kesan cerewet dan mau tahu. Keempat adalah jangan langsung menjawab pertanyaan. Bimbinglah dia untuk bisa menjawab pertanyaannya sendiri, dan tugas ibu adalah mengoreksi jika anak salah menjawab pertanyaan tersebut. Kelima adalah memberi dorongan kepada anak untuk melihat alternatif lain. Orang tua bukanlah satu-satunya tempat bertanya, banyak sumber lain yang dapat membantu mangatasi masalah yang ia hadapi. Terakhir adalah jangan patahkan semangatnya, tidak jarang ibu/orang tua ingin menghindarkan anak dari rasa kecewa dengan mengatakan “mustahil” terhadap apa yang anak sedang upayakan. Jika anak sudah mampu dan mau memperlihatkan keinginan untuk mandiri, dorong terus untuk melakukannya.

KESIMPULAN

Dari pembahasan yang penulis coba analis di depan dapat disimpulkan bahwa peran pola asuh ibu yang bekerja sangatlah penting. Untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi yang tangguh, punya karakter kuat, mampu membina hubungan dengan lingkungan dan beradaptasi dan manjadi pribadi yang sukses perlu adanya perhatian yang penuh terhadap perkembangan emosional buah hatinya. Bentuk pola asuh yang bisa diterapkan untuk itu adalah dengan pola Authoritaive. Selain pola itu, hal yang perlu ditekankan dalam pengasuhan adalah perkembangan emosional anak.

Diharapkan ibu mengasah kecerdasan emosi anak sejak dini karena peranan kecerdasan emosi sangatlah besar dalam menentukan kesuksesan anak di masa mendatang. Untuk menjawab tantanga tersebut seoarang ibu yang bekerja bisa menggunakan pendekatan humanis terhadap anak. Gambaran dan langkah yang telah penulis rekomendasikan di dalam bab pembahasan bisa dipraktekkan oleh orang tua terutama ibu dalam mengasah kecerdasan emosional buah hati.


DAFTAR PUSTAKA

Ie Yen, A.J . Tjahjoanggoro & Budi Atmadji. 2003. “ Hubungan Antara Kecerdasan Emosi dengan Prestasi Kerja Distribiutor (MLM). Dalam Jurnal ANIMA Vol. 18, Januari 2003.

Mangoenprasojo, A. Setiono & Sri Nur Hayati. 2005. Anak Masa Depan dengan Multi Intellegensi. Yogyakarta: Pradipta Publishing.

Santrock, John W. 2004. Psikologi Pendidikan. Texas : University Of Texas.
Suharyo, Pulung. 2006. “ Gambaran Kecerdasan Emosi Pada Remaja Awal Berdasarkan Pola Asuh Orang Tua”, dalam Skripsi. Universitas Paramadina Jurusan Psikologi.

Tridhonanto, Al & Beranda Agency. 2009. Melejitkan Kecerdasan Emosi (EQ) Buah Hati ; Panduan Bagi Orang Tua Untuk Melejitkan EQ (Kecerdasan Emosional) Anak yang Sangat Menentukan Masa Depan Anak. Jakarta: Alex Media Komputindo.

Yasmine, Prieska Aditya. 2008.“ Perbedaan Kecerdasan Emosi Antra Ibu Rumah Tangga dan Wanita Karier ”, dalam Skripsi. Universitas Paramadina Jurusan Psikologi.

Wade, Carle& Carol Tavris. 2007. Psikologi. Jakarta: Erlangga

No comments:

Post a Comment

Terimakasih sudah menyempatkan diri untuk mampir. Mari berbagi pandangan, inspirasi dan ilmu pengetahuan.