Monday, January 26, 2015

Job Fair; Menjadi Signal Untuk Terus Berkarya



Bila Anda digaji Rp 10.000.000,00 oleh perusahaan. Namun Anda bekerja seperti bergaji Rp 20.000.000,00, maka Allah akan membayar lebihnya dengan kesehatan, karir, keluarga sejahtera dan semisalnya. Namun, bila Anda bekerja seperti orang bekerja seperti orang bergaji Rp 5.000.000,00 maka Allah pun akan menuntut sisanya dengan memberimu kesusahan hutang, kesempitan dan semisalnya. Jadi, bekerjalah maksimal, ikhlaslah, yakinlah dan perhatikan apa yang akan Alah buat untuk kejayaanmu. (Haikal Hasan)


Tulisan dari Bapak Haikal Hasan di atas saya baca di salah satu postingan FB rekan saya Reva. Membaca itu saya teringat sebuah pengalaman ketika saya ikut serta dalam Job Fair di beberapa tempat yaitu ITB, UI dan BINUS bersama tim Human Capital Development MidPlaza Holding.

Human Capital Development Team; Job Fair ITB Tahun 2014

Beberapa kali ikut serta membuka lapak lowongan pekerjaan untuk MidPlaza Holding tersebut, ada perasaan senang dan sedih. Senang karena mendapat pengalaman selama melayani job seeker dalam event tersebut. Jujur, pengalaman ini adalah pertama kali saya alami. Sebelumnya, saya tidak pernah mengikuti jobfair sama sekali karena biasanya saya melamar pekerjaan dengan mengirim aplikasi via online. Selain senang, ada perasaan sedih dan miris melihat fakta yang ada. Sedihnya adalah menyaksikan fakta dimana banyak sekali jobseeker yang hadir setiap harinya, rela antri dan berbondong-bondong untuk mendapatkan pekerjaan yang mereka mimpikan.

Sumber Gambar : http://projects.ajc.com/gallery/view/business/atlanta-job-fair/3.html


Lebih sedih lagi ketika tahu mereka lama menganggur dan belum mendapatkan pekerjaan. Terlepas dari rezeki dan pekerjaan sudah diatur oleh Tuhan, yang pasti jumlah jobseeker tiap tahun semakin banyak. Sedangkan, kesempatan pekerjaan yang ada tidak sebanding dengan jumlah pencari kerja yang terus menerus meningkat. Bayangkan, setiap kali pulang dari jobfair kita membawa aplikasi sejumlah ribuan, sedangkan yang kita buka posisinya tidak lebih dari seratus posisi. Lalu sisanya kemana? Mereka masuk ke daftar list yang tidak lolos screening berkas.

Binus Job Fair 2014;

 Lalu, apa yang bisa kita ambil pelajaran dari kondisi di atas? 

Saat itu juga saya merasa sangat bersyukur atas apa yang saya dapatkan. Saya membayangkan ketika diposisi mereka, job seeker yang rela antri, berdesak-desakan, keluar masuk booth untuk melamar pekerjaan, bersaing dengan seluruh pengunjung yang ada. Panas, sesak, penuh, antrian panjang, menaruh CV, mengisi form lamaran dan sebagainya. Mereka berjuang memberikan waktu, tenaga dan materi demi memperoleh pekerjaan.

Mereka semua membawa energi dan semangat baru untuk mendapatkan pekerjaan. Saya percaya diantara mereka adalah lulusan-lulusan terbaik di kampusnya, talenta-talenta muda yang siap mengisi posisi yang ada. Siap memberikan warna baru untuk perusahaan dimana kita bekerja.

Lalu, apa hubungannya mereka dengan kita? 

Jelas ada hubungannya. Mari tanyakan kepada diri kita. Sudahkah kita memberikan yang terbaik selama kita bekerja? Atau malah sebaliknya? Apakah kita mengeluh dengan pekerjaan kita? Mengeluh atas gaji yang kita peroleh? Mengeluh atas beban kerja dan tantangan kerja yang kita hadapi?

Tidakkah kita berpikir bahwa di luar sana begitu banyak orang yang siap menggantikan posisi kita? Ketika kita berhenti bekerja, perusahaan tinggal mencari pengganti kita. Adakah alasan untuk kita bekerja biasa-biasa saja? Padahal kita tahu bahwa apa yang kita berikan, itulah yang akan kita dapatkan.

Memang tidak semua dari kita sadar atau bahkan terlena dengan keadaan sehingga menjadi pribadi yang biasa-biasa saja. Buat apa kerja keras, toh tiap akhir bulan, rekening bertambah. Buat apa berdedikasi, yang lain juga tidak menunjukkan dedikasi yang lebih? Ikut sajalah yang lainnya. Gampang, gak ribet-ribet amat.

Apakah kita berpikir demikian juga?

Setuju dengan apa yang dikatakan Prof. Renald Kasali dalam buku self-driving bahwa dari sejumlah orang yang menekuni profesi tertentu, hanya kurang dari 2% yang benar-benar serius dan mengembangkan dirinya. Yang lain terperangkap dalam mentalitas penumpang yang memilih untuk menunggu. Memilih untuk diam, menjadi biasa-biasa saja. Padahal, jika kita mau berusaha, melakukan perubahan, memberikan sesuatu yang lebih dibandingkan orang lain. Kita akan mendapatkan lebih dari yang orang lain dapatkan.

Coba kita analogikan bersama. Jika kita diberikan tanggung jawab 10 di perusahaan. Kenapa kita tidak berusaha memberikan 20, 30 atau 50? Mengapa kita hanya memberikan 10 kalo kita bisa memberikan lebih? Tidakkah kita berpikir bahwa semakin banyak kita berkonstribusi dalam pekerjaan kita, kita akan menabung sekaligus menciptakan peluang untuk terus tumbuh dan bekermbang. Peluang karir terbuka lebar bukan?

Kita mungkin sepakat bahwa mereka yang dikatakan sebagai Talent adalah mereka yang memiliki karakter bagus artinya memiliki mental sebagai seorang drivers (supir). Pribadi yang suka dengan tantangan baru, melihat tantantangan sebagai peluang, selalu belajar tentang hal baru, jujur, penuh tanggung jawan, integritas dan komitmen dalam menjalankan pekerjaannya. 

Selain karakter diri yang bagus, mereka juga menunjukkan performa yang bagus. Artinya mereka mampu menunjukkan bahwa mereka bisa bekerja dengan memberikan lebih dari apa yang diharapkan.

Jadi, mau pilih yang mana? Pegawai biasa? Pegawai luar biasa? Pilihan ada di tangan Anda! Tunjukkan bahwa Anda memiliki potensi untuk tumbuh berkembang dan siap menerima segala tantangan. 


Jakarta, 26 Januari 2015

No comments:

Post a Comment

Terimakasih sudah menyempatkan diri untuk mampir. Mari berbagi pandangan, inspirasi dan ilmu pengetahuan.