Sunday, August 4, 2013

Jendela Dunia Sudah Terbuka Untukmu Nak! (Sebuah Pesan Untuk Anakku Risma yang Hijrah ke Kota, Berjuang Meraih Mimpinya)


Risma Partiwi, adalah Putri Sekodi, Bengkalis yang meninggalkan kampung halamannya untuk berjuang meraih impiannya menjadi seorang guru. Dia salah satu murid lulusan SDN 38 Sekodi, sekolah dimana aku berbagi, belajar bersama anak-anak, guru-guru dan komunitas di sini. Tidak ada yang spesial dengannya, sama seperti anak-anak lainnya. Namun bagiku sosoknya yang polos, rajin belajar, mumpuni dalam bidang akademis, pandai mengaji dan patuh membuat aku tersenyum lebar. Lebih-lebih ketika aku bermain ke rumahnya, melihat beberapa trofi penghargaan yang diraihnya sejak SD. Ya, memang dia "berbeda" beberapa anak yang lain.

Ceritaku tentang dia semakin dekat ketika Pak Parno (salah satu guru SDN 38 Sekodi dan guru mengaji Risma) merekomendasikan dia untuk hijrah ke kota belajar mencari ilmu di kota bersama orang tua asuh di Pekanbaru. Orang tua asuh tersebut adalah Tante Yul dan Om Syavril. Beliau adalah orang tua kandung dari Mas Andhika (Dika) Pengajar Muda angkatan Pertama. Beliaulah orang tua kami (Pengajar Muda Kabupaten Bengkalis); sehingga tidak heran kami sering bermain sekedar singgah ketika ada acara di Pekanbaru atau ketika kami pulang dan pergi mudik. Beberapa hal yang bisa aku pelajari dari kehidupan Om dan Tante adalah sifat terbuka, menolong, bermanfaat untuk sesama, serta menjunjung tinggi kejujuran. Sikap itulah yang menjadikan kami nyaman, bangga, salut dan bersyukur bahwa di dunia ini masih banyak orang-orang yang baik, orang-orang yang peduli dengan pendidikan dan memiliki rasa memiliki yang tinggi terhadap tantangan sosial yang terjadi di lingkungan sekitarnya.

Kira-kira awal tahun 2013 beliau berdua menyampaikan pesan kepada aku pribadi melalui obrolan ringan sembari menyantap menu sarapan pagi. Obrolan itu menyimpan pesan bahwa sesungguhnya beliau sangat "kesal" melihat anak-anak berpotensi di ujung-ujung negeri ini belum bisa mendapatkan akses untuk mengeyam pendidikan yang tinggi. Belum ada pembimbing yang mengarahkan mereka untuk meraih mimpi-mimpinya. Tidak diberikannya kesempatan atau jalan bagi mereka untuk bisa meraih cita-citanya. Sayang sekali dan sangat menyesal jika anak-anak seperti mereka harus memupus semua angannya hanya karena kondisi atau keadaan keluarga atau lingkungan tempat tinggalnya. Atas dasar niat tulus membantu anak-anak negeri ini, Om dan Tante bersedia menjadi orang tua bagi anak-anak yang ingin belajar, ingin maju, ingin meraih mimpi-mimpinya. Beliau berupaya sekuat tenaga untuk bisa menjadi bagian serta ikut andil memberikan yang terbaik yang beliau bisa. Bahkan beliau meminta saya untuk merekomendasikan anak-anak yang memang mau belajar, ingin maju untuk sekolah di Pekanbaru. Beliau akan berusaha sekuat tenaga mengarahkan, membimbing dan memberikan yang terbaik agar mereka bisa meraih mimpi-mimpinya. Itulah sedikit cerita tentang Om dan Tante yang sungguh mulia cita-cita, harapan dan perjuangannya.

Singkat cerita, akhirnya aku dan Pak Parno sepakat untuk mencoba merekomendasikan Risma ikut bersama Om Tante, belajar di Pekanbaru. Pak Parno-pun segera menemui orang tua Risma untuk membicarakan niat baik Om dan Tante. Kami berdua berusaha meyakinkan orang tua Risma agar kedua orang tuanya ikhlas hati melepas dan mengizinkan anak pertamanya belajar dan berjuang meraih mimpi-mimpinya di kota. Dari pembicaraan itu, sebenarnya orang tua Risma sedikit ada keraguan. Bagi saya hal itu sangatlah wajar. Sebagai orang tua tentunya tidak mudah mengambil keputusan apakah akan melepas anak putri pertamanya, belajar jauh di kota ataukah tidak. Lebih-lebih, beliau belum kenal dan belum pernah ketemu Om dan Tante. Oleh karena itu, beliau ingin sekali bertemu dengan Om dan Tante agar bisa mendengar langsung niat baik Om dan Tante agar bisa menepis semua keraguan dan kecurigaan yang ada. Akhirnya sebelum liburan kenaikan kelas, Om dan Tante silaturahmi ke Sekodi untuk bertemu muka dengan orang tua Risma di sini sekaligus "nembung" untuk menyampaikan harapan serta niat baik beliau.

Dari situlah cerita baru dimulai bahwa Risma akan pergi meninggalkan keluarganya di desa ini, meninggalkan sekolah lamanya untuk pergi belajar menuntut ilmu di Pekanbaru. Bagi Risma dan Orang Tua (keluarga) ini adalah pengalaman yang tidak akan pernah terlupakan seumur hidupnya. Pengalaman yang sama-sama menjadi awal cerita baru sepanjang sejarah kehidupan mereka. Orang tua mana yang tidak terharu bercampur bangga melepaskan putri pertamanya ikut dengan orang tua lain, agar bisa mencari ilmu dan bekal untuk masa depannya. Bagi Risma, ini adalah peluang sekaligus tantangan. Peluang untuk belajar banyak hal, belajar tentang kehidupan nyata yang pasti tidak pernah didapatkan selama sekolah. Ilmu yang mungkin tidak bisa hanya dibaca melalui buku-buku kehidupan. Pengalaman nyata belajar hidup, mandiri, bertahan jauh dari orang tua dan keluarga kandungnya. Tantangan untuk terus bertahan, beradaptasi, membuat nyaman diri sendiri, ikut melebur dengan aturan, nilai-nilai di keluarga barunya nanti. Bagi anak seusianya, ini adalah perjalanan penting dalam kehidupannya kedepan. Pengalaman hidup yang tidak pernah bisa terbeli dan terbayarkan karena syarat akan hikmah sepanjang putaran kehidupan yang akan dihabiskan ke depan.

Akupun terharu dan bangga menjadi saksi sekaligus kunci pertemuan niat mulia orang-orang yang benar-benar nyata turun tangan, ikhlas dan terbuka, memberikan kesempatan anak-anak negeri ini untuk meraih mimpinya. Tubuhku terhempas, memoriku meloncat beberapa tahun silam, angin pantai menyibakkan rasa bangga, kagum terharu penuh syukur atas semua limpahan nikmat berkah dan kesempatan yang Tuhan selalu berikan. Aku semakin yakin, selalu ada jalan untuk meraih mimpi dan cita-cita, jika kita mau berusaha sabar dan terus berjuang. Tepat 2006 lalu, ketika aku masuk SMA, akupun dalam posisi Risma sekarang ini. Bahwa aku harus pergi meninggalkan keluargaku di desa, untuk tinggal bersama keluarga angkat baru di kota, belajar berjuang meraih cita-cita. Disana merupakan tempat aku belajar bayak akan kehidupan, disana akupun tersadarkan bahwa hidup ini harus selalu memberi. Justru kebermanfaatan menerima bisa kita benar-benar rasakan ketika kita mau memberi. Prinsip alami dari menabur dan menuai akan selalu terjadi. Apapun yang kita tanam, baik itu fisik, mental, spiritual, finansial, kebaikan, hubungan dengan sesama suatu hari nanti akan kita dapatkan dengan berlipat ganda. Aku pribadi sungguh berterimakasih kepada Umi dan Alm. Abah yang sudah membimbingku selama lima tahun sejak 2006. Tante dan Om Syavril yang sudah terbuka hati untuk menerima, membimbing, mengasuh sekaligus menjadi orang tua putri desa ini (Risma) untuk belajar mencari ilmu untuk bekal masa depannya. Aku yakin Allah akan selalu memberikan limpahan atas apa yang Umi, Abah, Om dan Tante tanam sekarang dan sebelumnya.

Risma, sudah dua minggu kau meninggalkan tempat nyamanmu. Aku tahu berat bagimu, tapi yakinlah bahwa berat yang kamu rasakan sekarang adalah bagian dari rencana Allah untuk menjadikanku tangguh, tegar dan kuat dalam menjalani kehidupan ke depan. Shock Culture pasti akan kau rasakan. Kehidupan di desa (jauh dari kehidupan perkotaan, keterbatasan akses informasi dan teknologi) pasti sangat jauh berbeda dengan kehidupanmu di kota sekarang. Teruslah bersabar, beradaptasi dengan keadaan yang ada. Ingatlah, jangan pernah mengeluh dan menyalahkan keadaan tapi berusahalah untuk nyaman dengan apapun keadaan yang ada sekarang. Kami semua bangga, orang tua, guru-gurumu, teman-temanmu, orang-orang di desa ini bangga dan selalu berdo'a untuk keberhasilan dan kesuksesanmu. Teruslah belajar selama disana, belajar untuk terus menebar kebaikan, belajar untuk terus berusaha mengatasi setiap kesulitan seperti kata-katamu "Ima akan belajar sekuat hati dan terus berdo'a semoga Ima bisa berhasil di sini, bisa membanggakan orang tua dan keluarga. Dengan usaha dan do'a Ima yakin, Ima bisa berhasil". Buktikanlah itu Risma. Mengutip kata-kata Thomas Alva Edison, penemu bola lampu bahwa "Kesuksesan manusia itu adalah 99 % karena BEKERJA KERAS, dan 1% datang dari kejeniusan dan inspirasi". Jadi, jangan pernah malu untuk terus belajar dan bekerja keras. Hormatilah Om dan Tante, beliau adalah orang tuamu yang begitu sayang, cinta dan bahagia melihatmu berhasil. Tiada kebahagiaan kecuali melihatmu tumbuh berkembang menjadi pribadi manusia yang terus belajar, berkarakter, bermanfaat, berhasil dan selalu menebar kebaikan dimanapun Allah menempatkanmu nanti. Ini adalah awal dari sebuah perjuangan panjangmu dimana kamu akan banyak menjumpai tantangan. Ini adalah titik balik kehidupan barumu, kamu akan melihat "dunia" lebih luas di sana. Kamu punya kesempatan untuk "menggenggam" dunia. Jendela dunia sudah terbuka untukmu, tinggal bagaimana kamu terus berusaha melihat "dunia" yang luas itu dengan sikap ingin tahu, belajar untuk bekal masa depanmu.

Aku yakin di luar sana, banyak "Om dan Tante Yul" yang ingin melihat anak-anak Indonesia, generasi penerus bangga ini terus bermimpi untuk meraih cita-citanya.  Indonesia bangga, bahwa masih banyak orang-orang yang peduli akan masalah bangsanya, peduli akan mimpi-mimpi penerus bangsa. Pendidikan adalah tanggung jawab kita bersama, bukan hanya tanggung jawab Dinas Pendidikan atau Pemerintah semata. Mengutip kata Bapak Anies Baswedan "Mendidik adalah tanggung jawab setiap orang-orang terdidik. Berarti juga, anak-anak yang tidak terdidik, adalah "dosa"  setiap orang terdidik yang dimiliki Republik ini. Anak-anak nusantara tidak berbeda. Mereka semua berpotensi. Mereka hanya dibedakan keadaan". Semoga dengan menjadi Pengajar Muda ini menjadi satu jalan bagiku untuk terus beryukur, memberi dan terus berlomba-lomba menjadi orang yang bernilai untuk kehidupan sesama.

"Menotong Tanpa Minta Nama, Tuhan Beserta Kita"

Tulisan ini merupakan copyright dari :blog pengajar muda berikut ini :

https://indonesiamengajar.org/cerita-pm/suhariyanto-2/jendela-dunia-sudah-terbuka-untukmu-nak-sebuah-pes

No comments:

Post a Comment

Terimakasih sudah menyempatkan diri untuk mampir. Mari berbagi pandangan, inspirasi dan ilmu pengetahuan.