Tuesday, August 17, 2010

PERAN INDUSTRI BISNIS SINGAPURA DAN PENGARUHNYA DI PASAR ASIA TENGGARA DAN STRATEGI BISNIS PARA WIRAUSAHA MUDA INDONESIA DALAM MEMBANGUN BISNIS SEKALI

Pendahuluan

Globalisasi dari sisi ekonomi adalah suatu perubahan di dalam perekonomian dunia yang bersifat mendasar atau struktural dan akan berlangsung terus dalam laju yang semakin pesat mengikuti kemajuan teknologi yang juga prosesnya semakin cepat. Globalisasi ekonomi ini ditandai dengan semakin menipisnya batas-batas kegiatan ekonomi atau pasar secara nasional atau regional, tetapi semakin mengglobal menjadi “satu” proses yang melibatkan banyak negara. Fenomena yang terjadi sekarang ini adalah tidak relevan lagi mencantumkan nama negara asal dari suatu produk; orang hanya tau bahwa lampu itu adalah buatan Philips yang pabrik pembuatanya bukan di Belanda, tetapi misalnya di Tangerang. Banyak produk dari Disney bukan buatan AS melainkan dibuat di Cina dengan memakai tenaga kerja, bahan baku dan modal dari negara tersebut. Sekarang ini semakin banyak produk-produk yang komponennya di buat di lebih dari satu negara (seperti komputer, mobil, pesawat terbang, dll.), dan banyak perusahaan-perusahaan multinasional mempunyai kantor pusat bukan di negara asal melainkan di pusat-pusat keuangan di negara-negara lain seperti London dan New York.

Sekarang ini, perkembangan dunia bisnis dan industri tertuju pada Singapura yang maju pesat walaupun negara ini mempunyai wilayah yang kecil. Berdasarkan Survei Zafar U. Ahmed (2004), President and CEO Academy for Global Business Advancement Inc., Texas A & M University At Commerce, Texas, USA dalam Ali Abas J. & Robert C. (2005) keberhasilan Singapura sebagi pusat bisnis internasional antara lain dipengaruhi oleh banyak factor. Pertama, faktor lokasi yang mampu berinteraksi ke negara-negara tetangga. Kedua, Kontribusi MNC Membangun infrastruktur bisnis kelas dunia, 96% GDP oleh MNC, 95% MNC memanfaatkan komponen perusahaan lokal dan MNC telah melakukan transfer: teknologi, technical expertise dan kemampuan manajerial kepada perusahaan lokal dan bahkan merangsang pertumbuhan wirausaha baru yang mendukung pembangunan ekonomi Singapura.



Selain factor di atas, banyak sekali factor pendukung yang menjadikan Singapura menjadi Pusat Bisnis Internasional. Pertama, keunggulan kompetitif (Competitive Advantage). Dilihat dari aspek social, letak geografis yang sangat strategis, keamanan, hukum, dan disiplin kerja. Dari aspek ekonomi, didukung dengan matangnya infrastruktur, pengembangan sektor jasa, dan pendapatan perkapita. Kedua, pembangunan ekonomi berkelanjutan (Sustainable economic development) dari mulai tahun 1960 sampai sekarang yang meliputi keterbatasan & kemampuan SDM, perluasan pasar, penciptaan wiraswasta, penciptaan inovasi baru dan restrukturisasi ekonomi. Kedua faktor pendukung tersebut berpengaruh terhadap terciptanya kepuasan bisnis (satisfaction of business) MNC sehingga Singapura menjadi pusat bisnis internasional.

Perusahaan multinasional adalah perusahana yang berusaha di banyak negara; perusahaan ini biasanya sangat besar. Perusahaan seperti ini memiliki kantor-kantor, pabrik atau kantor cabang di banyak negara. Mereka biasanya memiliki sebuah kantor pusat di mana mereka mengkoordinasi manajemen global (Wikipedia). Perusahaan multinasional menurut W.F. Schoell et.al (1993) adalah sebuah perusahaan yang berbasis di satu negara (disebut negara induk) dan memiliki kegiatan produksi dan pemasaran di satu atau lebih negara asing (negara tuan rumah).

Keberadaan MNC dalam suatu negara bisa dibilang seperti pedang bermata dua. Di satu sisi, MNC dapat menghasilkan pertumbuhan ekonomi dan kemajuan bagi kondisi perekonomian suatu negara. Di sisi lain, ikatan yang kuat antara MNC dan negara asalnya seringkali melahirkan kekhawatiran pada negara penerima akan kemungkinan eksploitasi yang dapat dilakukan MNC pada negara penerima, ataupun kekhawatiran akan berbagai tindakan MNC yang ditujukan untuk memberikan keuntungan pada negara asal tapi malah mendatangkan kerugian bagi negara penerima. Beberapa keluhan yang dirasakan oleh negara tuan rumah atas perusahaan multinasional (MNCs) anatara lain bahwa perusahaan tersebut mencari laba yang berlebihan , mendominasi perekonomian setempat, hanya mempekerjakan tenaga lokal yang sangat berbakat, gagal melakukan alih teknologi yang maju, melakukan intervensi terhadap pemerintah, kurang membantu perkembangan perusahaan domestik dan kurang menghormati adat, hukum dan kebutuhan setempat.

Dari paparan penulis diatas, dapat disimpulkan bahwa globalisasi ekonomi yang sekarang ini terjadi perlu diantisipasi dengan bijak. Kemajuan industri bisnis bisa dikuasai oleh negara-negara yang maju seperti Singapura sehingga dengan bebas melakukan perluasan bisnis atas negara-negara berkembang seperti Indonesia. Keberadaan korporat multinasional juga perlu diantisipasi karena selain memiliki pengaruh positif, ternyata tidak sedikit dampak negative yang ditimbulkan oleh perusahaan tersebut.


Rumusan Masalah

Bagaimana strategi bisnis para wirausaha muda Indonesia dalam membangun bisnis sekaligus menghadapi fenomena kekuatan Singapura dan kekuatan MNC’s? Lalu, bagaimana seharusnya dukungan pemerintah bagi dunia bisnis di Indonesia untuk berdaya saing global?


Diskusi dan Pembahasan

Perubahan-perubahan multi dimensi dan globalisasi telah membawa berbagai pengaruh dan dampak bagi negara-negara berkembang, terutama pada negara-negara Asia Tenggara. Negara tersebut seperti Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam memiliki pakta / perjanjian dengan turut aktif berpartisipasi dalam pasar bebas dengan menggabungkan diri ke dalam Asian Free Trade Agreement (AFTA) pada tahun 2003 dan nantinya ke dalam Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) pada tahun 2020. Negara-negara tersebut merupakan salah satu destinasi favorit bagi Korporasi Multinasional / Multinational Corporations (MNCs) untuk menginvestasikan sumberdaya modal mereka, dikarenakan oleh faktor rendahnya biaya tenaga kerja, kemudahan untuk mendapatkan sumberdaya natural dan yang paling penting, adalah sebagai pasar untuk mendistribusikan produk mereka. Lebih jauh lagi, dengan ketersediaan keterampilan pekerja yang rendah pada tingkat biaya yang rendah pula, ditambah dengan keterbatasan pemerintah lokal didalam mengontrol keputusan manajemen, adalah merupakan sebuah faktor yang sangat “menggembirakan” bagi perusahaan multinasional (Allmond, Edwards dan Clark, 2003).

Seperti yang telah penulis sebutkan di atas, selalu ada dua sisi yang berbeda pada satu mata uang, demikian pula halnya dengan kehadiran MNCs di Indonesia. Pertama, sebagai keuntungan dari hadirnya MNC’, pendapatan nasional pemerintah akan meningkat, investasi infrastruktur fisik, pendapatan dari pajak, serta pekerja yang terampil dan ber-skill (Jensen, 2005). Selanjutnya, keuntungan lain yang dihadirkan oleh MNCs adalah pemberdayaan dan penyerapan tenaga kerja lokal. Tidak dapat dipungkiri bahwa, kehadiran MNCs dapat menyediakan peluang kerja, pelatihan, serta transfer ilmu, tekhnologi, dan keterampilan bagi tenaga kerja local (O’Higgins, 2003), yang mana akan berakibat pada meningkatnya tingkat produktivitas kerja ketimbang dengan pekerja pada perusahaan lokal (Takii dan Ramstetter, 2005). Pada satu sisi, kehadiran MNCs dipertanyakan pada sisi aspek kesejahteraan sosial, perlindungan lingkungan, Hak Asasi Manusia (HAM) dan hubungan industrial dengan pekerja. Lebih jauh lagi, aspek negatif dari MNCs menurut pendapat Colman dan Nixson (dikutip di Wicaksono, 2002); di mana mereka menyatakan bahwa tujuan utama dari MNCs adalah untuk memaksimalkan keuntungan global dan seluruh tindakan mereka ditujukan untuk mencapai tujuan utama tersebut, dan bukan untuk mengembangkan negara tempat mereka berinvestasi. Kesejahteraan dan perkembangan dari Negara tuan rumah dianggap sebagai tanggungjawab dari pemerintah Negara yang bersangkutan. Pemerintah dari negara-negara berkembang berkompetisi untuk menarik perhatian MNCs. Akibatnya, tiap-tiap badan pemerintah berusaha untuk menciptakan kebijakan seperti menurunkan tingkat pajak, tax holiday policies, insentif, dan subsidi ( Piasecki dan Wolnicki, 2004).

Mengahadapi persaingan bisnis yang sedang berkembang sekarang ini, para wirausaha muda Indonesia harus mempunyai ide dan strategi yang bagus dalam menghadapi persaingan di dunia bisnis sekarang ini. Oleh karena itu, hal yang pertama perlu dilakukan adalah membangun bisnis dengan skala global, bukan hanya membangun bisnis yang berorientasi local. Pertama, wirausaha muda harus melakukan penilaian situasi. Penilaian situasi disini berarti mempelajari bagaimana kondisi persaingan bisnis yang terjadi dan berkembang sekarang ini. Bagaimana peluang dan tantangan yang harus dilalui dalam mengembangkan bisnis. Orientasi dalam penilaian ini adalah bagaimana caranya agar bisnis yang kita kembangkan ini akan bisa bersaing secara global di dunia bisnis sehingga suatu saat bisa menguasai pangsa pasar yang ada. Setelah mempelajari kemungkinan situasi yang ada, rumuskan ide bisnis yang kreatif dan mempunyai peluang pangsa pasar yang kita tuju. penyusunan rencana bisnis secara menyeluruh ini, akan mempermudah langkah bisnis untuk kedepannya.

Langkah kedua yang harus dilakukan adalah mulai mengembangkan bisnis dengan brand / produk yang sudah terkemuka dikalangan masyarakat pasar kita. Wirausaha muda dengan brand baru yang belum dikenal akan lebih sulit menarik konsumen agar tertarik dengan produk yang kita tawarkan. Salah satu cara agar mudah dalam mengambil minat dan hati konsumen adalah dengan memakai brand yang sudah terkemuda dikalangan bisnis internasional. Langkah ini akan sangat mudah mempengaruhi persepsi para konsumen yang kita tuju karena dengan nama dan kualitas yang sudah terjamin. Oleh karena itu, wirausaha muda hendaknya membeli brand dari negara seperti Singapura untuk mengembangkan ide bisnisnya. Dengan brand tersebut kita dapat memperoleh keuntungan yang relative cepat karena sudah dikenal dan dipercaya oleh konsumen yang menggunakan jasa/produk kita.

Langkah berikutnya adalah mengembangkan bisnis dengan menguasai pangsa pasar yang lebih luas. Keuntungan yang besar dari perluasan pangsa pasar ini nantinya akan mempermudah kita untuk mengendalikan dan menguasai brand yang kita beli sebelumnya. Dari keuntungan yang kita dapatkan itu, kita bisa mengambil hak paten brand yang kita beli tersebut sehingga kita mempunyai bisnis yang mandiri tidak terikat dengan perusahaan atau negara pembuat brand tersebut.

Setelah kita memiliki hak paten atas brand tersebut, langkah selanjutnya adalah mengganti nama brand tersebut sesuai dengan ide kita. Dengan penggantian nama itu, maka asosiasi (pengandaian) konsumen sudah tidak terpaku dengan perusahaan asal brand yang pertama kita beli. Paling tidak, dengan mengganti brand tersebut akan merubah paradigma dan asosiasi konsumen berubah ke produk / jasa yang kita tawarkan dan perusahaan/bisnis kita sendiri tanpa ada bayangan akan brand yang kita beli dari perusahaan atau negara asalnya. Langkah-langkah seperti diataslah yang harusnya dilakukan oleh wirausaha muda Indonesia dalam mengembangkan ide bisnisnya agar bisa bersaing dalam dunia bisnis dan industri secara global.

Untuk mengantisipasi dua kemungkinan dampak kehadiran MNC dalam suatu negara itu, diperlukan peran pemerintah negara penerima yang dominan dalam dua hal. Pertama, pemerintah haruslah secara aktif membantu menciptakan iklim yang bersahabat untuk menarik masuknya MNC demi mewujudkan kemungkinan dampak positif dari kehadiran MNC yaitu untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi negara penerima. Kedua, pemerintah negara penerima tidak boleh lengah dalam mengontrol keberadaan MNC di negaranya. Perlu adanya kontrol yang kuat terhadap peran MNC di negara penerima untuk memastikan agar kehadiran MNC tidak lantas menjadi boomerang bagi pertumbuhan ekonomi negara penerima. Kebijakan seperti memberikan subsidi, pajak yang rendah dan perbaikan infrastruktur harusnya bisa dilakukan pemerintah untuk membantu industry bisnis para wirausaha.

Seharusnya pemerintah Indonesia bisa belajar banyak dari kemajuan industri bisnis di Singapura. Realita yang dilakukan setidaknya meniru apa yang telah dilakukan oleh Pemerintah Singapura seperti mengeluarkan berbagai kebijakan yang memang dibuat untuk menciptakan iklim yang atraktif bagi investasi, seperti misalnya Undang-Undang Insentif Ekspansi Ekonomi pada 1967 yang membebaskan MNC dari pembayaran biaya lisensi pada agensi-agensi birokratis Singapura, memberikan kemudahan dalam mengajukan pinjaman bagi para pemilik modal. Dikeluarkannya Undang-Undang Ketenagakerjaan pada 1968 juga lantas memberikan kelegaan bagi para pemilik modal karena undang-undang tersebut mampu memberikan jaminan kesejahteraan bagi para buruh, sehingga kualitas buruh dapat terjamin dan resiko-resiko pemogokan dapat dihindari. Dari segi pengadaan infrastruktur, pemerintah Singapura membuat empat agensi yaitu Housing Development Board (HDB), Public Works Department, Urban Redevelopment Authority, dan Public Utilities Board yang kesemuanya bertujuan untuk membangun infrastruktur domestik Singapura, dan karenanya menghadirkan insentif bagi para pemilik modal berupa pengurangan biaya transaksi. Berbagai usaha pemerintah Singapura ini ditujukan untuk menarik masuknya investasi luar negeri yang diharapkan dapat memajukan perekonomian dalam negeri sehingga dapat mewujudkan spillover effect berupa terciptanya Singapura yang maju dan termodernisasi. Usaha pemerintah Singapura ini berhasil, berbagai kebijakan dan kemudahan tersebut kemudian berhasil meningkatkan masuknya FDI di Singapura. Perekonomian Singapura pun tumbuh hingga mencapai angka 15% dalam ukuran Gross Domestic Product (GDP), tingkat pengangguran berkurang, dan dengan sendirinya kesejahteraan penduduknya meningkat.


Kesimpulan

Dalam mengantisipasi persaingan industri bisnis serta kekuatan Singapura dan MNC’s, maka wirausaha muda Indonesia harus melakukan strategi bisnis yang bisa bersaing secara global. Strategi yang bisa digunakan adalah mengembangkan bisnis dengan brand / produk yang sudah terkemuka dikalangan masyarakat pasar kita, mengambil hak paten brand yang kita beli tersebut,jika perlu mengganti nama brand tersebut sesuai dengan ide kita agar tidak sama dengan brand yang kita beli di awal. Selain itu, dukungan pemerintah sangat diperlukan dalam mengembangkan bisnis para wirausaha. Pemerintah haruslah secara aktif membantu menciptakan iklim yang bersahabat untuk menarik masuknya MNC dan tidak boleh lengah mengontrol keberadaan MNC agar tidak merugikan negara. Dengan membangun lingkungan politik yang stabil, memajukan infrastruktur, dan menyederhanakan peraturan penanaman modal, dapat membantu mengurangi resiko pasar sehingga para investor akan lebih tertarik untuk menanamkan modal di lokasi tersebut.


Referensi

Allmond, P. Edwards, T. Clark, I. (2003) Multinationals and Changing National Business Systems in Europe: Towards the ‘Shareholder Value’ Model? Industrial Relations Journal, 34, 5, pp.430-445.

http://id.wikipedia.org/wiki/Perusahaan_multinasional, diakses 16 Juli 2010, pukul 07.15 WIB

Jensen, N. (2005) The Multinational Corporations Empower the Nation-State, Symposium – Ten Years from Now, 3. 3, pp.548-551.

O’Higgins, E.R.E. (2003) Global Strategies – Contradictions and Consequences, Corporate Governance, 3. 3, pp.52-56.

Implikasi dari Globalisasi / Perdagangan bebas Dunia Terhadap Ekonomi Nasional diunduh dari http://www.kadin-indonesia.or.id/enm/images/dokumen/KADIN-98-2637-17032008.pdf pada tanggal, 16 Juli 2010 pukul 05.46 WIB.

Ignatius Wirawan N.(2010). Isu Globalisasi dan Bisnis Multinasional Serta Pelajaran Bagi Strategi Kewirausahaan Indonesia, bahan kuliah Kewirausahaan, Universitas Paramadina.

Perusahaan Multinasional dan Perusahaan Kecil, diunduh dari http://elearning.uin-suka.ac.id/attachment/session_04_5q8jw_12048271.ppt, pada tanggal 16 Juli 2010, pukul 05.42 WIB.

Piasecki, R. and Wolnicki, M. (2004) The Evolution of Development Economics and Globalization, International Journal of Social Economics, 31. 3, pp.300-314.

No comments:

Post a Comment

Terimakasih sudah menyempatkan diri untuk mampir. Mari berbagi pandangan, inspirasi dan ilmu pengetahuan.