Wednesday, December 24, 2008

Kebudayaan dan Proses Pembelajaran kebudayaan

Kebudayaan” atau culture adalah sebuah kata yang berasal dari bahasa latin colore yang berarti mengolah atau mengerjakan. Definisi kebudayaan telah lama bermunculan mejelang akhir abad kesembilan belas. Namun tokoh pertama yang mencetuskan konsep kebudayaan yang selanjutnya mengisprasi banyak tokoh lainnya untuk mengembangkan konsep kebudayaan adalah Sir Edward Burnett Tylor, seorang ahli antropologi berkebangsaan inggris. Beliau mengungkapkan konsep kebudayaan dengan sangat jelas dan komprehensif. Mendefinisikan kebuayaan sebagai “Kompleks keseluruhan yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, hukum, moral, kebiasaan dan lain-lain kecakapan dan kebiasaan yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.”
Dari definisi yang dikemukakan oleh Tylor dapat kita ambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Kebudayaan terkait dengan sistem pengetahuan, kepercayaan, kesenian, hukum dan moral. Hal ini menunjukan bahwa kebudayaan sangat erat kaitannya dengan sebuah sistem abstrak yang bersumber dari pemikiran manusia. Hal inilah yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Kebudayaan terbentuk dari sistem pemikiran kritis manusia sehingga sangat berbeda dengan insting yang dimiliki oleh hewan.
2. Kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat terbentuk karena adanya sistem nilai yang dimiliki oleh anggotanya. Kebudayaan tersusun oleh kebiasaan manusia sebagai anggota masyarakat.

A. Tiga wujud kebudayaan
J.J. Honingmann memberikan sebuah kerangka konsep wujud kebudayaan. Menurutnya kebudayaan memiliki tiga wujud yang saling terkait erat. Ketiga wujud kebudayaan itu adalah :
1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya
2. Wujud kedua kebudayaan menurut Honingmann adalah sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam bermasyarakat
3. Wujud ketiga adalah artefak. Kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Wujud tertinggi dari kebudayaan adalah wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks ide dan gagasan. Bersifat abstrak, tidak dapat digambarkan namun dapat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari. Berkembang dalam setiap kepala manusia sebagai sebuah hasil pemikiran manusia. Ide dan gagasan tersebut hidup dan senantiasa memberikan sprit dan jiwa kepada masyarakat yang bersangkutan. Gagasan tersebut senantiasa berhubungan erat dengan karakteristik masyarakat sebagai sebuah sistem budaya (social cultural)
Wujud kebudayaan yang kedua adalah suatu sistem aktivitas berpola dari manusia yang meliputi interaksi dan hubungan yang terjalin antarmanusia. Sistem aktivitas ini bersifat kongkret karena dapat kita lihat dan terjadi disekeliling kita. Karena aktivitas ini telah dilakukan dalam jangka waktu yang lama, maka menjadi sebuah aktivitas berpola yang kemudian dijadikan patokan dalam berperilaku. Sebagai contoh, aktivitas masyarakat pesisir yang sebagia besar bermata pencaharian sebagai nelayan akan memiliki pola-pola khusus yang berbeda dengan pola aktivitas masyarakat yang hidup di lereng gunung yang umumnya bermata pencaharian sebagai petani.
Wujud ketiga dari kebudayaan adalah keseluruhan benda hasil karya manusia (artefak). Tidak hanya benda peninggalan sejarah peradaban manusia masa lampau saja, namun lebih dari itu makna artefak dalam hal ini bersifat luas. Menyangkut keseluruhan benda yang pernah dibuat dan dikembangkan oleh manusia. Bersifat sangat nyata dan paling kongkret karena dapat dilihat, diraba dan diabadikan.

B. Isi Pokok Kebudayaan Universal
Seperti yang telah penulis bahas dalam subbab sebelumnya, bahwa salah satu wujud kebudayaan adalah sebuah kompleks aktivitas terpola dari manusia. Setiap kelompok masyarakat memiliki pola-pola tersendiri yang berbeda dengan kelompok masyarakat lainnya. Kelompok masyarakat pesisir memiliki corak aktivitas yang berbeda dengan masyarakat yang bertani. Namun dalam setiap kelompok masyarakat, etnik, maupun bangsa di dunia setidaknya ada persamaan unsur-unsur kebudayaan yang dapat ditemukan. Unsur pokok kebudayaan yang menjadi inti dari setiap kelompok masyarakat, etnik dan bangsa. Unsur-unsur kebudayaan tersebut adalah
1. Sistem bahasa
Sistem bahasa dalam hal ini menyangkut bentuk komunikasi verbal maupun nonverbal. Setiap bangsa di dunia pasti memiliki bahasa tersendiri untuk dapat berkomunikasi antaranggotanya. Sistem bahasa tersebut digunakan untuk menyampaikan pesan, ide serta gagasan yang berguna untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
2. Sistem pegetahuan
Sistem pengetahuan menyangkut pemahaman dan pola pikir dalam mengolah lingkungannya.
3. Sistem Organisasi sosial
Terkait dengan stratifikasi dan peran yang dimainkan oleh setiap anggota suku bangsa yang bersangkutan, sehingga dapat kita temukan adanya pembagian tugas dan peran seseorang sebagai ketua atau pemimpin dalam setiap suku bangsa.
4. Sistem peralatan hidup dan teknologi
Terkait dengan hasil karya manusia yang digunakan untuk mengolah lingkungannya dan mempertahankan hidupnya
5. Sistem mata pencaharian hidup
Sebuah sistem peenuhan kebutuhan manusia untuk tetap bertahan hidup dan mengembankan kebudayaannya
6. Sistem kepercayaan
Sistem religi atau kepercayaan adalah sebuah sistem dimana setiap suku bangsa memiliki satu pandangan terhadap kekuatan lain selain diri mereka sendiri. Kekuatan yang lebih besar yang memberikan kehidupan di dunia ini
7. Sistem kesenian
Sistem kesenian sangat terkait dengan ekspresi manusia. Dalam kehidupannya manusia senantiasa mengekspresikan diri melalui berbagai kegiatan untuk memenuhi kepuasan batinnya
Ketujuh unsur universal kebudayaan diatas dimiliki oleh seluruh suku bangsa di dunia. Hal inilah yang memberikan sebuah persamaan inti dari kebudayaan yang meliputi bahasa, kesenian, mata pencaharian, pengetahuan, teknologi, kepercayaan dan organisasi sosial. Sebagai contoh yang mengilustrasikan unsur universal kebudayaan adalah unsur kebudayaan mata pencaharian misalnya, dapat diperinci menjadi : perburuan, pertanian, peternakan. Wujud fisik dari sistem mata pencaharian tersebut dapat berupa perkakas maupun peralatan yang merupakan reprsentasi dari sistem teknologi dan pengetahuan. Dalam sistem kepercayaan, kebudayaan cenderung bisa dilihat dari aspek perilaku manusia itu sendiri. Dalm konteks ini masyarakat desa lebih bisa merepresentasikan sistem kepercayaannya, sebagai contoh tradisi lebaran. Dalam masyarakat desa banyak aktivitas-aktivas yang dilakukan selama lebaran berlangsung antara lain, dengan saling berkunjung ke rumah saudara dekat atau ke rumah orang-orang yang serukun tetangga maupun rukun warga. Trasdisi ini dilakukan idak hanya pada hari pertama lebaran saja, melainkan beberapa hari saja. Kebiasaan ini sudah menjadi tradisi yang sifatnya turun-temurun dan membudaya. Apabila ada warga yang tidak melakukannya maka akan mendapat perlakuan sosial yang berbeda dari warga lain karena dianggap tidak menjalankan budayanya.

C. Proses Pembelajaran kebudayaan

1. Proses Internalisasi
Proses internalisasi seperti yang diungkapkan oleh Koentjaraningrat dalam bukunya yang berjudul Pengantar Ilmu Antropologi diartikan sebagai Proses belajar menanamkan dalam kepribadiannya segala perasaan, hasrat, nafsu serta emosi yang diperlukan sepanjang hidup manusia.
Pada dasarnya segala macam bakat, emosi, perasaan telah tertanam dalam gen manusia. Sebagai makhluk yang memiliki otoritas atas dirinya sendiri, manusia dapat mengembangkan berbagai bakat dan perasaan yang dimilkinya. Namun untuk mengembangkan segenap bakat dan potensi diperlukan berbagai stimuli yang berada di sekitarnya. Ketika seorang manusia terlahir ke dunia, lingkungan awal yang akan ditemuinya adalah lingkungan keluarga, lebih spesifik lagi adalah ayah dan ibu. Pada awalnya, seorang bayi hanya mengerti dua hal dalam hidup ini, kepuasan dan ketidak puasan. Namun seiring dengan bejalannya waktu, bertambah pula pengalaman mengenai bermacam-macam perasaan baru yang menjadi modal dasar dalam pembentukan karakter dan kepribadian manusia. Proses pengenalan berbagai macam perasaan yang diperoleh melalui jalan belajar inilah yang dimaksud dengan proses internalisasi. Maka proses internalisasi yang dimaksud adalah proses panjang sejak seorang individu dilahirkan sampai ia hampir meninggal, dimana ia belajar menanamkan dalam kepribadiannya segala hasrat, perasaan, nafsu, serta emosi yang diperlukan sepanjang hidupnya.

2. Proses Sosialisasi
Berger seorang ahli sosiologi mendefinisikan sosialisasi sebagai “a process by which a child learns to be a participant member of society” proses melalui mana seorang anak belajar menjadi seorang anggota yang berpartisipasi dalam masyarakat. Dari penjelasan Berger dapat kita analisis bahwa proses sosialisasi lebih menekankan pada bagaimana cara kita untuk menyesuaikan diri dengan nilai-nilai dan norma kebudayaan yang berlaku di suatu lingkungan masyarakat. Proses ini bersangkutan dengan proses belajar kebudayaan dalam hubungan dengan sistem sosial. Dalam proses itu seorang individu dari masa anak-anak hingga masa tuanya belajar pola-pola tindakan dalam interaksi dengan segala macam individu di sekililingnya yag menduduki beraneka macam peranan sosial yang mungkin ada dalam kehidupan sehari-hari. Bentuk penyesuaian diri tersebut yang akan menuntun seorang manusia untuk dapat bergabung dalam kelompok masyarakat. Dalam proses sosialisasi ada satu hubungan kuat antara sebuah sistem sosial dengan individu itu sendiri. Untuk memasuki sistem sosial yang rumit sorang individu harus dapat mempelajari esensi dari sistem sosial lingkungannya.
Sosialisasi ini mempunyai arti yang sangat penting untuk pembelajaran kebudayaan. Hanya lewat proses inilah norma-norma sosial yang merupakan wujud kebudayaan idea yang dimiliki oleh suatu masyarakat diwarisakan ke generasi selanjutnya. Selain itu dengan adanya proses sosialisasi ini sangat membantu individu dalam penerapan langsung kebudayaannya sendiri, bukan lagi tahu tetapi menerapkannya dalam perilaku nyata.
Ada beberapa agen sosialisasi yang mendukung antara lain adalah keluarga, kelompok bermain, sekolah, lingkungan kerja, dan media massa. Semua agen sosialisasi ini mempunyai peranan penting dan saling terkait satu sama lain. Namun, yang paling mendasar adalah agen sosialisasi keluarga, karena merupakan agen utama dan pertama yang melaksanakan sosialisasi bagi anak-anaknya, mengenalkan budaya kepada anak-anaknya. Di agen sosialisasi inilah merupakan awal mula sesorang mengenal dan belajar budanyanya.

3. Proses Enkulturasi
Proses enkulturasi atau “pembudayaan” dapat diartikan sebagai suatu proses dimana seorang individu menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya dengan adat-adat, sistem norma dan peraturan-peraturan yang hidup dan berkembang dalam kebudayaannya. Dalam proses ini, seorang individu mulai membiasakan nilai-nilai yang telah dikenalnya sebagai suatu kebiasaan pola aktivitas. Berawal dari proses enkulturasi, kebiasaan-kebiasaan yang acap kali dilakukan oleh anggota masyarakat lama kelamaan akan menjadi sebuah kebudayaan. Proses pembisaan atau pembudayaan ini berawal dari perilaku yang dilakukan secara terus menerus dimana dengan begitu sebuah perilaku tersebut akan membentuk pola dan akhirnya menjadi sebuah kebudayaan bersama. Sebagai contoh adalah pembudayaan cara makan yang telah diterapkan dalam lingkungan pondok pesantren. Pertama kali yang terjadi adalah proses internalisasi, terus sosialisasi tentang bagai mana cara makan yang baik, dan terakhir adalah pembudayaan cara makan tersebut secara nyata dalam kehidupan sehari-hari, karena dilakukan secara terus menerus, maka akan membentuk sebuah pola perilaku dan menjadi sebuah kebudayaan milik bersama. Sorang individu dalam hidupnya juga sering meniru dan membudayakan berbagai macam tindakan setelah perasaan dan nilai budaya yang memberi motivasi akan tindakan meniru itu telah diinternalisasi dalam kepribadiannya. Hal ini jelas sekali bahwa semua kebudayaan yang sudah ia kenal, dan sudah diinternalisasikan akan dia wujudkan dan wujudkan dalam tindakan nyata.

No comments:

Post a Comment

Terimakasih sudah menyempatkan diri untuk mampir. Mari berbagi pandangan, inspirasi dan ilmu pengetahuan.