Hari
ini Kamis, 04 Oktober 2012 kami semua calon Pengajar Muda menjalani simulasi
mengajar (micro teaching) dimana kami
harus mempersiapkan materi pelajaran yang sudah kami dapatkan sehari sebelumnya
berdasarkan hasil random yang diberikan oleh panitia. Tugas kami dalam sesi ini
yaitu menyampaikan materi sesuai “konstruk” kepada siswa dengan sekreatif
mungkin. Kreatif dalam artian cara mengajar, metode, alat peraga yang
digunakan, efektivitas waktu dan bagaimana mengendalikan kelas supaya materi
tetap tersampaikan. Kami terbagi menjadi empat kelompok besar, dimana setiap
kelompok terdiri lebih kurang 14 orang dan setiap orang harus membawakan materi
selama 25 menit.
Pada
tugas kali ini aku kebagian untuk menyampaikan materi matematika kelas 2 SD.
Kompetensi Dasar yang akan harus dicapai adalah siswa mampu menggunakan alat ukur berat dan mampu
untuk menyelesaikan masalah yangg berkaitan dngan berat benda. Indikator
pengetahuan untuk mengukur hal tersebut ada tiga macam. Pertama, alasan mengapa
memakai satuan ukur baku. Kedua, alat ukur berat satuan baku dan yang ketiga
yaitu cara mengukur dengan alat ukur satuan baku.
Malam sebelum hari pelaksanaan Micro Teaching aku berpikir bagaimana
cara menyampaikan materi dengan baik ya? Akupun berdiskusi dengan beberapa
teman seangkatan. Dalam benakku bertanya,
“Bahan bekas (tidak terpakai) atau bahan
disekitar lingkungan asrama apa saja yang bisa aku pakai untuk membantu
menyampaikan konsep berat, satuan baku dan alat ukur nanti ya?” Selintas dalam benakku terbesit ide, “Paling
menggunakan dahan/ranting/bambu aja untuk membuat timbangan sederhana, tapi
dimana aku bisa dapatkan semua itu?, belum lagi buat menyatukan bambu untuk
dijadikan timbangan”.
Benda-benda yang bisa aku pakai untuk
ditimbang paling batu, mangga, bahan-bahan mandi seperti sabun, pasta gigi, detergen
yang sudah ada ukuran beratnya sebagai acuan/ukuran untuk menimbang nantinya.
“Yeaahhh aku pasti bisa sukses membawakan
materi ini”. Dalam hatiku berteriak. Akhirnya sedikit ada gambaran apa
yang harus aku persiapkan dan lakukan untuk malam ini. Tidak sampai disitu,
kami juga harus mempersiapkan RPP (Rencana Perencanaan Pembelajaran). Hmmm
makanan apa lagi ya ini??
Minggu ini kami semua berkenalan dengan
apa namanya RPP. Mencoba untuk lebih akrab dan lebih dekat dengannya. Yahh,
maklumlah sebagian dari kami tidak berasal dari jurusan Keguruan, dan aku jamin
belum terlalu familiar dengan apa itu namanya RPP. Membuat RPP merupakan tugas mulia di angkatan
kami, dimana kami harus membuat RPP kelas IV SD untuk mata pelajaran
Matematika, Bahasa Indonesia, IPA dan IPS yang nantinya akan di estafetkan ke
Pengajar Muda angkatan VI. Dari semua itu, kami membagi rata ke 52 Calon
Pengajar Muda dengan adil. Aku memutuskan untuk mengambil Matematika aja karena
aku pikir lebih mudah dari pada mata pelajaran yang lain.
RPP merupakan sebuah guide line yang kita buat sebelum
mengajar dimana dalam RPP terdapat beberapa hal antara lain; topik yang akan
disampaikan, alokasi waktu, indikator yang akan dicapai, gambaran kegiatan yang
akan dilakukan selama pertemuan dan refleksi untuk guru sendiri sebagai bahan
evaluasi. Dari RPP itu kita akan tahu langkah apa yang akan kita lakukan ketika
mengajar dan hal apa saja yang harus disiapkan sebelum mengajar. Hal tersebut
tentunya sangat berguna bagi guru sehingga tidak terkesan seadanya ketika
mengajar.
Itulah gambaran yang kita kerjakan di
minggu ke IV selama training ini. Hal
ini tentunya pembelajaran dan pembiasaan untuk kami semua karena nantinya kami di
daerah penempatan akan mengerjakan hal yang serupa, yaitu membuat RPP sebelum
mengajar. Apa lagi kalo nanti kepala sekolahku dimana aku ditugaskan menyuruh
untuk menulis tangan RPP nya. Bagi aku pribadi, pembuatan RPP memerlukan banyak
tenaga dan pikiran karena harus memikirkan ide kreatif dan metode mengajar
serta pengelolaan kelas yang tepat agar materi tersampaikan. Lebih-lebih aku
sendiri bukan dari background
pendidikan/keguruan. Tapi itu tidak menjadi hambatan untuk aku pribadi dan kami
yang tidak dari background keguruan.
Kami yakin kami bisa mengerjakannya dengan baik.
Kembali ke cerita micro teaching di atas, akhirnya aku menulis RPP sederhana sebagai
bukti administrasi bahwa aku sudah merencanakan bentuk pembelajaran yang akan
aku lakukan nantinya. Berikut gambaran RPP yang sudah aku coba susun beserta
media/alat bantu yang aku coba siapkan untuk micro teaching besok.
Hari kamis akhirnya datang juga, aku
bersama teman-teman satu kelompok menuju ruangan kelas. Kebetulan aku mendapat
giliran di tengah sebelum istirahat makan siang. Yahh Lumayanlah bisa menyaksikan
temen-temen yang lain dulu bagaimana mereka mengajar. Kami semua berperan
sebagai siswa sementara satu teman kami mengajar. Kami semua ber-acting laksana siswa SD sesuai dengan kelas
dan materi yang disampaikan oleh masing-masing dari kami. Ada yang kelas 1,
kelas 2, kelas 5 dan kelas 6. Bisa Anda bayangkan pastinya bagaimana tingkah
kami di kelas. Tapi kami tidak “heboh”
sekali mengingat tujuan atau penekanan dari micro
teaching pertama ini untuk melihat apakah kami bisa menyampaikan “konstruk”
materinya apa belum, bukan semata-mata pengelolaan kelasnya. Kami hanya kritis
bertanya kepada guru yang kadang membuat guru blank dan kesulitan untuk menjawab dan menjelaskan. Misalnya ketika
temanku yang namanya Tika sedang mengajarkan tentang konsep panjang ukuran baku
dan tidak baku. Ketika dia menjelaskan tentang satuan centimeter dan meter.
Temen-teman bertanya
“Bu, kenapa sih kita harus memakai
centimeter atau meter?"
“Bu, siapa yang nemuin nama centimeter
dan meter Bu? Bedanya apa ya Bu? Kan dua-duanya ada kata meternya Bu?”
Si Tika menjawab, “meter dan centimeter itu
saudara”.
“Siapa yang jadi kakak dan siapa yang
jadi adiknya Bu?” Tanya temenku.
“Meter itu kakaknya,
sedangkan centimeter itu adiknya”. Begitulah jawaban Tika dimana berusaha untuk
membuat mereka paham akan konsep meter dan centimeter.
Tak kalah hebohnya
ketika kelas Bu Ajeng berlangsung. Bu Ajeng mengajarkan materi tentang rotasi
bumi. Kami semua dibagi menjadi tiga kelompok olehnya. Masing-masing kelompok
ada yang berperan menjadi matahari sementara yang lain melingkar. Matahari
menyinari Bumi (kami yang melingkar) dengan menggunakan senter dalam keadaan
ruangan gelap. Bu Ajeng ingin menyampaikan
konsep bahwa pergantian siang dan malam adalah karena rotasi bumi.
Di kelas tersebut,
kami bertanya dengan kritis juga.
“Bu, kenapa bumi
berputar ya Bu?, siapa yang memutarkan Bumi Bu?.”
“Bu, berputarnya ke
arah mana Bu?, pelan atau cepat Bu?”
“Bu, kenapa matahari
bersinar? Kalo gak bersinar gimana?”
“Apa yang terjadi
kalo bumi berhenti berputar bu?”
“Bu, berputarnya
bukan mengelilingi matahari ya Bu? Kenapa ditempat aja?”
Itulah sedikit
gambaran suasana micro teaching
pertama kami. Kebetulan aku dapat giliran sebelum istirahat siang. Sebenernya
deg-degan juga bagaimana membawakan materi ini agar siswa-siswa (walaupun temen
kami sendiri) paham dan nangkep apa yang jadi fokus materi.
Kegiatan awal di RPP
aku putuskan untuk membuat group menjadi 3 kelompok akhirnya gak kesampaian
ketika di lapangan. Aku hanya melakukan review
tentang konsep berat yang mereka pahami. Untungnya sebelum aku maju,
temenku ada yang membawakan konsep berat dan ringan satuan tidak baku. Paling
tidak mereka sudah ada gambaran. Akhirnya aku hanya me-review pemahaman mereka saja di awal kegiatan.
“Tadi ama Pak Stanley
udah belajar tentang berat kan? Coba anak-anak, batu ama kertas berat mana?
Batu dengan daun lebih berat mana?”
Rupanya anak-anak masih
inget konsepnya, jadi mereka bisa semua membedakan mana yang berat dan ringan.
Untuk mencairkan suasana aku ajak mereka bernyanyi seperti ini.
“Siapa suka hati
tepuk tangan” serentak anak-anak tepuk tangan.
“Siapa suka hati
angkat tangan (anak-anak pada angkat tangan), siapa suka hati tunjuk jari
(siswa pada tunjuk jari), siapa suka hati mari kita lakukan, siapa suka hati
tepuk tangan (siswa tepuk tangan)”.
Setelah itu, aku
mencoba mengajak mereka untuk memegang benda apapun di tangan kanan dan
kirinya. Benda-benda yang ada di sekitar mereka, bisa pulpen, spidol, buku,
kotak pensil, dll. Setelah itu aku tanya satu-satu ke mereka.
“Dari benda yang ada
di tangan anak-anak semua, di kanan dan kiri, mana yang lebih berat?”
Aku tanya satu-satu
untuk me-review pemahaman mereka,
akhirnya mereka bisa semua dan paham. Alhamdulillah aku sedikit tenang.
Langsung masuk ke
konsep yang aku mau sampaikan, yaitu tentang satuan berat baku.
“Anak-anak, satuan
berat itu apa ya? Siapa yang tahu hayoo?”
Jeng-jengggg, mereka
tidak tahu. Hmmmm (bingung),
“Nah, siapa yang suka
beliin ibu atau bantu Ibu membeli gula atau beras, angkat tangan!”
“Saya Pak” si Ria
angkat tangan.
iya Ria, membeli apa biasanya?” tanyaku
“Beli gula Pak”.Jawab
Ria
“Biasanya belinya
berapa Ria?”
“Satu kilo Pak”
Yesss, aku lega.
“Hayoo siapa lagi
yang sering beli gula atau beras?”
“Beli
beras Pak”,
jawab si Tala.
“Tala biasanya beli
berapa berasnya?”
“Belinya beda-beda
Pak, kadang 10 kilo, kadang 20 kg”. Saut Tala.
“Nah anak-anak, kilo
itu satuan berat yang baku yang sering kita pakai dalam kehidupan sehari-hari,
misalnya si Tika mau beli gula, pasti belinya dalam kiloan bukan beli satu
plastik, iyaa tidak anak-anak? Karena kalo kita beli gula 1 plastik, itu bisa
jadi beda isinya. Mungkin pas beli satu plastik di toko Bang Haji dan beli di toko
Bu Hindun, lebih banyak kalo beli di Pak Haji. Tapi kan kita belum tahu ukuran
satu plastiknya itu berapa. Oleh karen itu, kita perlu satuan baku biar semua
sama dan bisa dipake dimana-mana. Untuk lebih jelasnya, ayoo anak-anak semua
berdiri dan maju kedepan, kita bernyanyi lagi.”
Serentak mereka maju
kedepan semua dan aku meminta mereka membentuk lingkaran besar. Aku ajak mereka
bernyanyi serupa seperti di atas “Siapa suka hati pakai batik (karena beberapa
memakai batik) dst”.
“Anak-anak, Bapak mau
tunjukkan sesuatu nih, Bapak bawa barang-barang. Ini namanya timbangan
sederhana dan ini benda-benda yang akan kita gunakan untuk menimbang.”
“Horeeee,, wah banyak
banget Pak, ini mau jualan ya Pak?” celetuk satu siswa.
“Bukan, ini buat kita
latihan hari ini” jawabku.
Pertama aku mencoba
mengenalkan konsep berat dan ringan. Jika lebih berat maka ruas akan kebawah,
jika lebih ringan akan ke atas ruasnya. Aku buktikan dengan percobaan
penimbangan. Selanjutnya aku mengajak anak-anak untuk belajar bagaimana
menimbang, menunjukkan bukti bahwa kita membutuhkan satuan baku dalam kehidupan
sehari-hari. Percobaan pertama aku ajak mereka menimbang berat pasta gigi
dengan batu-batuan. Ternyata berat satu pasta gigi adalah lima batu. Mereka
bisa memahami hal itu karena terjadi kesimbangan ketika ruas kanan pasta gigi
dan ruas kiri adalah batu yang berjumlah lima buah. Itu artinya seimbang dan
anak-anak bisa menyimpulkan bahwa itu adalah berat pasta gigi sebenarnya. Namun,
aku coba ajak mereka menimbang lagi dengan batu, namun ukuran batunya sedikit
berbeda. Ternyata hasilnya berbeda, kali ini jumlah batunya ada delapan. Nah
dari percobaan itu, aku coba ajak mereka untuk menyimpulkan bahwa ternyata
ketika kita menggunakan ukuran yang tidak baku atau standar. Oleh karena itu,
kita membutuhkan ukuran baku/standar.
Setelah mereka
memahami pentingnya ukuran berat baku, aku coba ajak mereka untuk memahami
bagaimana mengukur dan menimbang yang benar. Aku coba aplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari.
“Ayo anak-anak,
misalkan kita mau beli gula 1 kilogram ke toko, bagaimana cara menimbangnya?”
tanyaku kepada mereka.
Kebetulan aku bawa
ukuran 1 kilogram dari detergen besar yang senilai 1 kilogram. Akhirnya mereka
semua mencoba menimbangnya dan berhasil. Aku biarkan mereka bergantian
mencobanya agar mereka paham akan konsep berat dan bagaimana menggunakan
timbangan sederhana yang bisa mereka buat sendiri.
Setelah selesai, aku
mengajak mereka duduk kembali ke tempat duduknya. Sebelum berakhir aku coba review lagi tentang apa yang dipelajari
hari ini. Mencoba bertanya satu persatu kepada mereka.
“Apa yang kita
pelajari hari ini anak-anak?”
“Kenapa kita
membutuhkan satuan berat baku?”
“Apa
satuan baku untuk berat anak-anak?”
“Coba anak-anak
sebutkan benda-benda yang sering dibeli dimana sudah dalam ukuran baku, boleh
kilogram, boleh gram?”
“Bagaimana kita
mengukur berat benda agar mendapatkan satuan baku?”
“Sudah bisa bagaimana
menggunakan timbangan?”
Lega rasanya bisa
menyampaikan materi dengan lancar dan pas pada waktunya, yaitu 25 menit. Alhamdulillah
mereka semua sudah bisa memahami panekanan materi yang aku bawakan. Komentar-komentar
bagus juga aku dapatkan dari asesor dan teman-teman. Ternyata aku bisa
menyampaikan materi dengan “konstruk”. Alhamdulillah,, aku merasa lega, tinggal
mempersiapkan bahan dan strategi buat micro
teaching besok yang lebih berat, penekanannya adalah pengelolaan kelas.
Dari pengalaman ini
aku sangat mengerti akan pentingnya RPP (Rencana Perencanaan Pembelajaran)
dalam sebuah proses belajar mengajar. RPP ini harus kita siapkan sebelum kelas
berlangsung sehingga kita memiliki gambaran yang akan kita lakukan. Selain itu,
kita juga harus siap dengan segala macam konsekuensi yang kita dapatkan. Tidak
menutup kemungkinan bahwa dalam pelaksanaannya nanti akan berubah sekali dengan
apa yang sudah kita rencanakan dari awal. Hal itu tergantung kepada situasi
kelas, kondisi/kemampuan siswa dan kerjasama siswa selama di kelas karena siswa
adalah pusat dari proses pembelajaran. Jadi harus mengedepankan kemampuan dan
pemahaman siswa. Sebagai seorang pengajar dituntut untuk sabar, punya energi
dan stamina yang bagus (lebih-lebih jika mengajar anak-anak). Anak-anak
memiliki dunianya sendiri dan lebih susah dibandingkan mengajar orang dewasa.
Tulus ikhlas adalah kunci untuk bisa sukses dalam mengajar.
“Menolong
Tanpa Minta Nama, Tuhan Beserta Kita”
No comments:
Post a Comment
Terimakasih sudah menyempatkan diri untuk mampir. Mari berbagi pandangan, inspirasi dan ilmu pengetahuan.