Hari Jum’at, 05 Oktober 2012,
merupakan hari kedua bagi kami Calon Pengajar Muda V untuk melakukan
microteaching dengan penekanan “Pengelolaan Kelas”. Tugas kita adalah sebagai
guru yang akan menyampaikan sebuah materi, namun kelasnya disetting dengan
sedemikian rupa untuk menguji keterampilan guru dalam managemen kelas, menguji
kesabaran, fleksibilitas dan daya tahan kita.
Sungguh pengalaman yang sangat
menarik dan tidak pernah terlupakan karena kita harus memutar otak dan siap
tenaga untuk menghadapi segala respon yang ditunjukkan oleh siswa ketika di
kelas. Segala macam hal terjadi di kelas, bahkan hal-hal yang mungkin tidak
pernah kita sadari sebelumnya. Berikut gambaran setting kelas yang harus kami
jalani dan kuasai sebagai simulasi sebelum kami terjung di lapangan nantinya.
- Kelas rame dengan siswa yang aktif
- Kelas dengan pembagian peran (siswa pintar yang suka mengatur teman-teman, siswa pendiem, siswa suka menganis, siswa suka tidur, siswa “sok tahu”)
- Kelas dengan siswa benar-benar diam dan malu-malu
- Kelas dengan siswa yang suka pergi ke toilet sementara siswa yang lain ingin menemani dan ikut dan siswa yang gampang menangis, dicolek sedikit menangis.
- Kelas dimana ada salah seorang siswa yang PUP di celana sementara siswa yang lain mengejek-ngejek dan kondisi siswa suka mengajak bercanda gurunya.
- Kelas dimana siswanya suka ngomong alay dan gesture tubuh yang alay
- Kelas dimana siswa ceweknya genit dan menggoda Bapak Gurunya sementara ada beberapa siswa cowok yang “melambai”.
- Siswa dimana tidak fokus dengan pelajaran karena besoknya mereka akan lomba menyanyi sehingga sepanjang pelajaran maunya nyanyi terus-terusan dan tidak mau belajar.
- Siswa dimana ada dua orang siswa yang berkelahi sampai guling-gulingan di kelas sementara yang lain bersorak-sorak ria.
- Kelas dimana siswa tidak bisa berbahasa Indonesia, yang digunakan adalah bahasa daerah masing-masing.
- Kelas dimana bener-benar pasif, sesekali ada helikopter atau pesawat lewat semua kabur keluar ruangan menyaksikan pesawat yang lewat.
- Kelas dimana siswanya kecapekan dan mengantu karena abis olahraga dan tidak mau belajar lagi.
Seketika membaca settingan kelas di atas, tentunya bisa
dibayangkan betapa unik, menarik, repot, gaduh dan indah suasana kelas yang terjadi.
Pengalaman di atas apakah memang terjadi di daerah penempatan nanti? Jawabannya
bisa Iya, bisa tidak. Kasus-kasus di atas sebenarnya diambil dari pengalaman
para Pengajar Muda di daerah penempatan. Mungkin di daerah satu dengan daerah
yang lain akan beda cerita, beda suasana di kelasnya. Tapi itulah gambaran
nyata yang terjadi di sebuah kelas belajar SD di luar sana. Tugas kami dan
tugas guru adalah melakukan pengelolaan dan management kelas yang baik agar
kelas tetap kondusif untuk belajar atau bermain. Agar siswa bisa mengasah
bakat, potensi, kesukaan dan kreativitasnya.
Kebetulan di microtaching ke-2
ini aku kabagian kasus dimana siswa tidak bisa berbahasa Indonesia, yang
digunakan adalah bahasa daerah masing-masing. Bisa dibayagkan bagaiamana susahnya
menyampaikan materi kepada mereka.
Pertama kali masuk, saya sapa anak-anak dengan sapaan “selamat siang anak-anak”, mereka semua
diam dan berkata dengan bahasa daerah mereka. Untung ada anak yang dari Jawa
dan mereka menjawab dengan bahasa Jawa yang intinya “Bapak bicara apa, aku
tidak tahu apa yang Bapak katakan”. Semua berbicara dan aku sendiri tidak tahu
apa yang mereka katakan, bahasa Sunda, Bahasa Madura, Bahasa Cina Bahasa
Malaysia, Bahasa Sangihe. “Hmmm mampus
deh dalam hati aku berkata, gimana mau ngajar kalo komunikasi saja gak
nyambung. Mending ngajar anak yang ramai dan gaduh, bisa ditenangkan, kalo kaya
gini gimana mau ngajarin”.
Untungnya ada anak jawa, jadi
saya bisa komunikasi dengan mereka. Bagaimana ini bisa nyampein materi? Aku terus
berpikir selama mengajar, akhirnya aku coba dengan simbo-simbol saja. Aku mulai
dari lingkaran. Oh iya, dalam microteaching ini aku mengajar tentang konsep
pengurangan pecahan dengan penyebut sama. Aku coba menggambar lingkaran dan
bertanya satu-satu kepada mereka “Kalo
bentuk seperti ini apa namanya?”. Mereka menjawab dengan bahasa mereka
sendiri-sendiri. Aku ikutin saja apa kata mereka, alih-alih menambah kosakata
baru dengan bahasa yang beragam. Bisa tahu bahasa sunda, bahasa Madura, bahasa
Jawa, bahasa Malaysia, bahasa Sangihe-nya “lingkaran”.
Setelah itu, aku coba belah lingkaran menjadi dua bagian dan mencoba
memperkenalkan konsep pecahan dari situ. Aku coba kenalkan konsep ½ Lingkaran.
Aku akhirnya menjelaskan bahwa ½ itu adalah bilangan pecahan. 1 bagian dari
keseluruhan yaitu 2 bagian (dari kasus dan contoh yang saya jelaskan). Belum
selesai menjelaskan, waktu sudah selesai juga. Plong akhirnya, tapi materi
belum tersampaikan.
Hampir dari semua teman-teman
belum bisa menyampaikan materi dalam waktu 20 menit yang diberikan karena masih
berkutat dengan bagaimana mengelola kelas. Tapi tidak jadi masalah karena
disini kita sama-sama belajar agar tidak kaget ketika dipenempatan menjumpai
kondisi kelas dengan tipe yang beragam. Kami sangat beruntung diberikan
simulasi ini karena kami sendiri butuh latihan untuk mengelola kelas, latihan
bagaimana menyiapkan hal-hal sebelum mengajar, bagaimana pengelolaan kelas yang
baik, bagaimana menghadapi kelas-kelas yang beragam kondisinya. Selesai
microteaching ini kami mendapatkan feedback dan masukan-masukan dari asesor
tentang bagaimana yang seharusnya dan tidak seharusnya dilakukan ketika
mengajar dari gambaran sehari kita microteaching tersebut. Kata bijak “belajar
yang baik adalah sembari melakukan dan merasakan” memang sangatlah benar.
Dengan melakukan dan merasakan menjadi guru dan murid kita bisa belajar banyak
hal yang tidak kita dapatkan hanya dengan mendengarkan cerita atau mebaca buku
tips sukses mengajar. Itulah yang benar-benar aku rasakan selama sesi ini.
“Menolong
Tanpa Minta Nama, Tuhan Beserta Kita”
No comments:
Post a Comment
Terimakasih sudah menyempatkan diri untuk mampir. Mari berbagi pandangan, inspirasi dan ilmu pengetahuan.