Globalisasi menuntut adanya perubahan yang besar dalam segala aspek kehidupan baik positif maupun negatif. Perubahan negative yang terjadi akibat globalisasi perlu diantisipasi melalui intervensi dalam pola pengasuhan sejak dini agar anak tidak mengalami dehumanisasi. Menurut Fromm (1995) dehumanisasi merupakan suatu proses dimana mulai ditinggalkannya nilai-nilai kemanusiaan (etika, moral dan agama) dan digantikannya dengan mendewa-dewakan aspek material semata. Oleh karena itu, perlu adanya perhatian serius dari orang tua maupun kalangan pendidik untuk memperhatikan kebutuhan-kebutuhan mendasar si anak.
Clinebell (dalam Hawari, 1996) menegaskan bahwa anak memiliki kebutuhan dasar spiritual yang harus dipenuhi agar bisa membawa anak dalam keadaan yang tentram, aman, damai dalam menjalani hidup. Jika kebutuhan tersebut tidak dipenuhi, maka bisa menyebabkan kecemasan neurotis dan kekosongan spiritual dalam diri anak. Kekosongan spiritual (spiritual-emptiness) akan menyebabkan penyakit ketidakbermaknaan spiritual (spiritual-meaningless) dalam diri anak. Dalam kondisi yang demikian, anak akan mudah terpengaruh dan terombang-ambing oleh pengaruh lingkungan sekitarnya karena si anak tidak punya benteng yang cukup, kehilangan pegangan hidup, kehilangan keimanan dan mudah untuk putus asa (hopeless).
Hal tersebut senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Lindenthal (dalam Hawari, 1996) yang menemukan hasil bahwa individu yang religius kurang menderita distress jika dibandingkan dengan mereka yang tidak religius. Hawari (1996) juga menegaskan kembali bahwa remaja yang mempunyai tingkat religius yang tinggi memiliki resiko yang rendah untuk terlibat dalam penyalahgunaan narkoba dan minuman keras. Dari hasil penelitian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa kecerdasan spiritual sangatlah penting dalam membentengi anak menghadapi perubahan social yang semakin deras. Dengan adanya kecerdasan spiritual ini menyebabkan anak menjadi tangguh dalam menghadapi tantangan dan hambatan sehingga tidak mudah mengalami stress/ kecemasan serta kekosongan spiritual.
Apa sebenarnya Kecerdasan Spiritual (SQ) itu? Mujib & Mudzakir (2002) menjelaskan bahwa kecerdasan spiritual adalah kecerdasan kalbu yang berhubungan dengan kualitas batin seseorang. Kecerdasan ini mengarahkan seseorang untuk lebih berbuat secara manusiawi sehingga bisa menjangkau nilai-nilai luhur yang belum tersentuh oleh akal pikiran manusia. Sedangkan Zohar & Marshall (2001) memaparkan bahwa SQ adalah kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan masalah makna dan nilai menempatkan perilaku dan hidup manusia dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya; menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain.
Anak-anak yang tidak memiliki kecerdasan spiritual akan mudah terjangkit krisis spiritual (spitual crisis), keterasingan spiritual (spitual alienation) dan patologi spiritual (spiritual patology). Hal ini akan meningkat seiring perkembangan dan perubahan peradaban karena kemajuan teknologi di abad globalisasi seperti sekarang ini. Hal ini tentunya harus menjadi perhatian bagi orang tua yang menjadi titik awal membentuk pribadi dan karakter anak karena anak pada dasarnya adalah kertas kosong. Jadi hasil gambarnya akan seperti apa, itu adalah karya dari kedua orang tua /keluarga yang membesarkannya. Jangan sampai anak dibiarkan mencari kebutuhan-kebutuhan dasarnya seperti kebutuhan akan spiritualitas di luar, karena kondisi di luar rumah sangatlah beranekaragam karena sekarang ini budaya konsumerisme, hedonisme dan sekulerisme sudah mulai menggila, lebih-lebih dikota besar seperti Jakarta. Oleh karena itu, perlu adanya penerapan pola asuh yang tepat guna membentengi anak dan membentuk anak menjadi pribadi yang tangguh, tidak mudah terombang-ambing oleh perubahan hidup.
Orang tua merupakan role model bagi anak di dalam lingkungan keluarga yang pertama mereka kenal. Jika orang tua jauh dari nilai-nilai spiritualitas, maka anakpun juga akan mengikuti jejak ayah bundanya. Seperti kata pepatah, buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Anak yang cerdas spiritual sebagian besar dilahirkan dari orang tua yang cerdas secara spiritual, begitu juga sebaliknya.
Kenapa perlu mengembang kesadaran spiritual pada anak? Anak merupakan periode kehidupan yang sangat penting. Dalam hal ini, Freud menyakini bahwa usia keemasan anak pada rentang waktu 1 sampai 5 tahun. Dimana otak berkembang pesat karena stimulasi dari lingkungan. Jika kita mulai sejak dini, stimulasi baik itu yang mengasah kognitif, afektif dan psikomotorik, maka anak akan tumbuh menjadi buah hati yang saling terintegrasi diantara ketiga komponen itu. Namun, yang perlu di pahami adalah bagaimana stimulasi yang tepat sesuai dengan perkembangan si anak.
Kesadaran spiritualitas yang ditekankan oleh orang tua akan membentuk pemahaman akan spiritualitas sang anak dan tidak terjadi kekosongan spiritualitas dalam hati dan hidup. Dengan pemahaman, tentunya anak akan memaknai dan mengahayati akan pentingnya sebuah nilai spiritualitas sehingga hidupnya akan merasa lebih bermakna. Begitu itu semua dilakukan, insya Allah akan membentuk kecerdasan spiritual bagi si anak.
thanks pelajarannya pak
ReplyDelete