Latar Belakang Masalah
Dalam era globalisasi sekarang ini, perubahan hidup bisa terjadi begitu cepat karena perputaran arus informasi. Perkembangan teknologi informasi contohnya yang membuat perputaran informasi dari seluruh dunia begitu cepat berjalan. Dunia yang begitu luas menjadi semakin sempit. Globalisasai membuat kabur batas-batas nilai sebuah negara, menjadikan tatanan dunia menjadi tidak lagi ada batas nyata dalam tatanan hidup masyarakat. Budaya asing mudah saja masuk dan tidak menutup kemungkinan jika budaya asing tersebut memiliki pengaruh terhadap nilai-nilai local dan nasional disuatu negara. M.Habib Mustopo (1992 dalam Mulyono) menyatakan, bahwa pergeseran dan perubahan nilai-nilai akan menimbulkan kebimbangan, terutama didukung oleh kenyataan masuknya arus budaya asing dengan berbagai aspeknya. Globalisasi itu sendiri merupakan proses menjadi global, bukan hanya local maupun nasional tetapi sudah masuk dalam tataran nasional.
Tidak dipungkiri tentunya bahwa globalisasi itu sendiri mempunyai dampak positif maupun nagatif ibarat dua mata pisau. Globalisasi itu sendiri memicu semangat untuk menjadi kreatif dan inovatif dalam berbagai hal. Individu bebas menafsirkan nilai-nilai dan symbol budayanya, mudah dalam mengakses semua informasi yang ada dan berkembangnya nilai-nilai global seperti demokratisasi, transparansi, persamaan derajat, dsb. Disisi lain tidak mustahil tumbuh suatu pandangan kosmopolitan yang tidak selalu sejalan dengan tumbuhnya faham kebangsaan. Mudahnya akses berbagai macam informasi baik bentuk dan isinya tidak dapat selalu diawasi atau dicegah begitu saja. Dalam keadaan itu bisa saja mempenagaruhi kesesatan berpikir yang bertentangan dengan nilai-nilai budaya bangsa atau ideologi negara bahkan bisa merusak nilai-nilai moral bagi yang tidak siap menghadapinya. Kebebasan individu dalam masyarakat sering melampaui batas dan bila tidak ditangani dengan baik bisa merusak tatanan sosial masyarakat. Dalam bidang ekonomi menjadikan masyarakat semakin konsumtif (budaya konsumerisme) karena berbagai macam produk budaya semakin berkembang melalui teknologi multimedia. Masuknya barang-barang luar menyebabkan lumpuhnya industry bisnis dalam negeri. Keadaan semacam itu, bisa saja memunculkan nilai-nilai global yang betentangan dengan nilai-nilai budaya local (bangsa) seperti gerakan separatisme.
Jika ditinjau lebih mendalam, globalisasi ini sangat besar pengaruhnya dalam aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Dari segi geografi, Indonesia dengan dengan wilayah yang luas, terdiri dari berbagai macam pulau-pulau dan lautan yang luas pula sangat memungkinkan negara asing dengan kepentingan nasionalnya seperti pencurian ikan, terjadi kerentanan bagi wilayah yang terpencil. Tanpa adanya kewaspaan masyarakat membuat mudahnya pengaruh asing, seperti mudah di adu domba karena perbedaan budaya dan latar belakang bangsa Indonesia, seperti pergolakan yang terjadi di Irian Jaya dan Timor timur karena penduduk kedua propinsi tersebut belum merasa sepenuhnya mempunyai kesamaan dengan penduduk Indonesia yang lain sebagai rumpun melayu. Gejala gejala tersebut muncul karena pengaruh nilai-nilai global dengan dalih hak asasi manusia, kelestarian lingkungan hidup, keterbukaan dan lain-lain sehingga memungkinkan terjadi pengrongrongan nilai-nilai dan ideologi bangsa seperti ideologi pancasila.
Pengaruh dan tantangan negative yang tidak sesuai dengan pancasila tersebut perlu diantisipasi dengan sikap yang kritis terutama terhadap gagasan-gagasan, ide-ide yang datang dari luar. Oleh karena itu perlu adanya pemaknaan (revitaslisasi) nilai-nilai pancasila sebagai ideologi terbuka. Pancasila selain merupakan dasar negara, juga merupakan pandangan hidup, jiwa dan kepribadian bangsa, cita-cita dan tujuan bangsa, falsafah hidup yang mempersatukan bangsa yang perlu dimaknai secara arif dan bijak baik itu pemerintah maupun seluruh komponen masyarakat.
Permasalahan Pokok
Dalam menghadapi dunia global sekarang ini, diperlukan usaha pemaknaan kembali nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi terbuka. Dengan pemaknaan tersebut, maka tentangan-tangan dan ancaman yang ada akibat adanya globalisasi dapat diantisipasi dan dihindarkan. Pancasila merupakan ideologi bangsa yang didalamnya mengandung dimensi idealitas, realitas dan fleksibilitas yang masih relevan untuk dipertahankan dalam memerangi ancaman akbiat globalisasi. Dalam sejarah bangsa Indonesia, perpedaan interpretasi dan pemaknaan terhadap pancasila itu sendiri terjadi sehingga menyebabkan penyelewengan-penyelewengan yang dilakukan oleh penguasa bangsa waktu itu.
Pada saat berdirinya negara Republik Indonesia, kita sepakat mendasarkan diri pada ideologi Pancasila dan UUD 1945 dalam mengatur dan menjalankan kehidupan negara. Dalam praktik di lapangan, terjadi banyak penyimpangan-penyimpangan yang dilakuakn. Sejak Nopember 1945 sampai sebelum Dekrit Presiden 5 Juli 1959 pemerintah Indonesia mengubah haluan politiknya menjadi sistem demokrasi liberal yang kemudian dikoreksi dengan dikeluarkannya dekrit Presiden 5 Juli 1959. Puncak dari masa orde lama ini adalah peristiwa pemberontakan Gerakan 30 September 1965. Peristiwa ini menjadi pemicu tumbangnya pemerintahan Orde Lama (Ir.Soekarno) dan berkuasanya pemerintahan Orde Baru (Jenderal Suharto). Pemerintah Orde Baru berusaha mengoreksi segala penyimpangan yang dilakukan oleh rezim sebelumnya dalam pengamalan Pancasila dan UUD 1945. Namun rezim Orde barupun akhirnya dianggap menyimpang dari garis politik Pancasila dan UUD 1945, Ia dianggap cenderung ke praktik Liberalisme-kapitalistik dalam menggelola negara. Pada tahun 1998 muncul gerakan reformasi yang dahsyat dan berhasil mengakhiri 32 tahun kekuasaan Orde Baru (Afiff, 2006).
Pemerintahan-pemerintahan rezim reformasi ini semestinya mampu memberikan koreksi terhadap penyimpangan dalam mengamalkan Pancasila dan UUD 1945 dalam praktik bermasyarakat dan bernegara yang dilakukan oleh Orde Baru. Namun, saat ini pemaknaan pancasila nampaknya bergeser pada kepentingan kekuasaan semata dan kepentingan politik, sehingga janji-janji kemerdekaan yang tertuang dalam pancasila belum terealisasi. Sudariyono (2006) memaparkan bahwa kebijakan desentralisasi yang di atur dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 mengubah system yang semula sentral menjadi sentral yang sangat memungkinkan terjadinya eksploitasi sumber daya alam karena peran Pemerintah Pusat lebih bersifat “steering dari pada rowing. Dalam pengelolaan sumber daya alam, seharusnya tidak hanya berdasarkan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) saja, tetapi pengelolaannya harus berasaskan lingkungan secara berkelanjutan, dan untuk kepentingan masyarakat secara luas.
Pertanyaan
Bagaimana signifikansi dan relevansi pemaknaan kembali (revitalisasi) nilai-nilai pancasila sebagai ideologi terbuka melalui pendidikan pancasila mampu membentengi ancaman dan tantangan globalisasi khususnya generasi muda bangsa ?
Diskusi dan Pembahasan
Pengertian ideologi terbuka adalah ideologi yang berinteraksi dengan perkembangan zaman dan adanya dinamika secara internal. Penerapannya yang terbentuk pola pikir yang dinamis dan konseptual dalam dunia modern. Kita mengenal ada tiga tingkat nilai, yaitu nilai dasar yang tidak berubah-rubah, nilai instrumental sebagai sarana mewujudkan nilai dasar yang dapat berubah sesuai dengan keadaan, dan nilai praksis yang berupa pelaksanaan secara nyata yang sesungguhnya. Seperti yang dinyatakan sebelumnya, nilai-nilai Pancasila dijabarkan dalam norma-norma dasar Pancasila yang terkandung dan tercermin dalam Pembukaan UUD 1945, nilai atau norma dasar yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945 ini tidak boleh berubah atau diubah, karena ini adalah pilihan dan hasil konsensus bangsa yang disebut kaidah pokok dasar negara yang fundamental. Perwujudan atau pelaksanaan nilai-nilai instrumental dan nilai-nilai praksis harus tetap mengandung jiwa dan semangat yang sama dengan nilai dasarnya.
Pancasila sebagai ideologi mencerminkan seperangkat nilai terpadu dalam kehidupan politik bangsa Indonesia, yang digunakan sebagai acuan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Semua gagasan yang muncul dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara ditata secara sistematis menjadi satu kesatuan yang terintegrasi. Sebagai ideologi, pancasila bersifat terbuka, luwes dan fleksibel, tidak tertutup dan kaku yang akan menyebabkan ketinggalan zaman. Pengertian pancasila sebagai ideologi terbuka bukan berarti nilai dasar yang terkandung di dalamnya dapat diubah atau diganti dengan dasar lain. Selain hal diatas, pancasila sebagai ideologi terbuka mempunyai ciri bahwa nilai-nilai dan cita-cita digali dari kekayaan adat istiadat, budaya dan religious masyarakatnya, menerima reformasi dan penguasa (pemerintah) bertanggung jawab pada masyarakat sebagai pengemban amanah rakyat.
Pemaknaan kembali nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila pancasila layaknya dapat mengembalikan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam praktik kehidupan berbangsa dan bernegara. Sila-sila dalam pancasila merupakan sebuah kesatuan yang sangat mulia demi mewujudkan cita-cita bangsa. Memang, salah satu fungsi Pancasila adalah mempersatukan, mewadahi kita semua yang berasal dari beragam budaya, sesuai lambang negara, Bhinneka Tunggal Ika, berbeda tapi satu jua! Satu bangsa, bangsa baru, Indonesia. Wiradi (2006) menjelaskan revitalisasi pancasila berarti revitalisasi semangat kemandirian, bukan semangat ketergantungan; semangat gotong royong, bukan semangat keserakahan mencari untung diri sendiri; semangat kejujuran, bukan kemunafikan; semangat keadaban, bukan semangat balas dendam; semangat kerakyatan, bukan semangat mengejar kekuasaan semata; semangat menyelamatkan lingkungan alam demi generasi yang akan datang; dan di atas semuanya itu, semangat menjunjung tinggi moralitas melalui percaya kepada kekuasaan tertinggi Tuhan Yang Maha Esa.
Pemaknaan kembali dan revitalisasi nilai-nilai pancasila ini haruslah dimulai dari sosialiasasi dan penanaman nilai-nilai pancasila kepada generasi muda penerus bangsa melalui pendidikan pancasila sehingga dapat membentengi generasi muda dari ancaman dan tantangan yang dibawa arus globalisasi. Ambil hal kecil, misalnya masalah moral yang diakibatkan mudahnya akses semua infomarmasi. Jika tidak diantisipasi dan dibentengi oleh nilai-nilai pancasila dapat menyebabkan pergeseran moral pada generasi penerus bangsa kita, seperti pergaulan bebas, seks bebas, narkoba, budaya konsumerisme dan lain sebagainya. Kenapa penulis mengambil solusi melalui pendidikan, karena pendidikan merupakan wadah penanaman ilmu pengetahuan, internalisasi nilai-nilai serta membentuk karakter anak didik setelah keluarga. Konsep penalaran moral Kohlberg memaparkan bahwa anak mulai melakukan penalaran moral seiring dengan perkembangan usianya. Agar penalaran moral ini bisa sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung pada pancasila, maka perlu dilakukan usaha sejak dini melalui pendidikan pancasila sehingga nilai-nilai tersebut bisa terintegrasi dalam diri individu sesuai dengan konsep hati nurani.
Kesimpulan
Pemaknaan kembali dan revitalisasi nilai-nilai pancasila merupakan jalan yang tepat untuk melawan pengaruh negative globalisasi. Untuk itu, diperlukan upaya dan usaha dalam menanamkan dan menginternalisasikan nilai-nilai pancasila, salah satunya melalui pendidikan pancasila lewat generasi muda penerus bangsa. Melalui pendidikan diharapkan mampu membentuk karakter pribadi penerus bangsa yang tidak goyah dan mudah rapuh oleh derasnya arus globalisasi. Selain itu, perlu adanya aktualisasi nilai Pancasila dalam kehidupan praksis yang sesuai dengan ideologi pancasila, nulai-nilai yang terkandung dalam sila pancasila dengan menjaga konsistensi, relevansi dan kontekstualisasinya.
Referensi
Afiff, Suraya.(2006). Refleksi Tantangan Tentang Pancasila dalam Pelaksanaan Pembangunan Nasional. Dalam Indonesian Journal of Sustainable Future, Vol. 2 No. 4 Desember 2006.
Sufariyono.(2006). Nasionalisme Lingkungan Wujud Kesadaran Kolektif Nasional. Dalam Indonesian Journal of Sustainable Future, Vol. 2 No. 4 Desember 2006.
Wiradi, Gunawan.(2006). Pancasila, Pembangunan dan Nasionalisme. Dalam Indonesian Journal of Sustainable Future, Vol. 2 No. 4 Desember 2006.
Mulyono. Dinamika Aktualisasi Nilai Pancasila dalam Berbansa dan bernegara. http://eprints.undip.ac.id/3241/2/3_artikel_P%27_Mulyono.pdf, diunduh pada tanggal 20 Juli 2010 pukul 01.10 WIB
Dalam era globalisasi sekarang ini, perubahan hidup bisa terjadi begitu cepat karena perputaran arus informasi. Perkembangan teknologi informasi contohnya yang membuat perputaran informasi dari seluruh dunia begitu cepat berjalan. Dunia yang begitu luas menjadi semakin sempit. Globalisasai membuat kabur batas-batas nilai sebuah negara, menjadikan tatanan dunia menjadi tidak lagi ada batas nyata dalam tatanan hidup masyarakat. Budaya asing mudah saja masuk dan tidak menutup kemungkinan jika budaya asing tersebut memiliki pengaruh terhadap nilai-nilai local dan nasional disuatu negara. M.Habib Mustopo (1992 dalam Mulyono) menyatakan, bahwa pergeseran dan perubahan nilai-nilai akan menimbulkan kebimbangan, terutama didukung oleh kenyataan masuknya arus budaya asing dengan berbagai aspeknya. Globalisasi itu sendiri merupakan proses menjadi global, bukan hanya local maupun nasional tetapi sudah masuk dalam tataran nasional.
Tidak dipungkiri tentunya bahwa globalisasi itu sendiri mempunyai dampak positif maupun nagatif ibarat dua mata pisau. Globalisasi itu sendiri memicu semangat untuk menjadi kreatif dan inovatif dalam berbagai hal. Individu bebas menafsirkan nilai-nilai dan symbol budayanya, mudah dalam mengakses semua informasi yang ada dan berkembangnya nilai-nilai global seperti demokratisasi, transparansi, persamaan derajat, dsb. Disisi lain tidak mustahil tumbuh suatu pandangan kosmopolitan yang tidak selalu sejalan dengan tumbuhnya faham kebangsaan. Mudahnya akses berbagai macam informasi baik bentuk dan isinya tidak dapat selalu diawasi atau dicegah begitu saja. Dalam keadaan itu bisa saja mempenagaruhi kesesatan berpikir yang bertentangan dengan nilai-nilai budaya bangsa atau ideologi negara bahkan bisa merusak nilai-nilai moral bagi yang tidak siap menghadapinya. Kebebasan individu dalam masyarakat sering melampaui batas dan bila tidak ditangani dengan baik bisa merusak tatanan sosial masyarakat. Dalam bidang ekonomi menjadikan masyarakat semakin konsumtif (budaya konsumerisme) karena berbagai macam produk budaya semakin berkembang melalui teknologi multimedia. Masuknya barang-barang luar menyebabkan lumpuhnya industry bisnis dalam negeri. Keadaan semacam itu, bisa saja memunculkan nilai-nilai global yang betentangan dengan nilai-nilai budaya local (bangsa) seperti gerakan separatisme.
Jika ditinjau lebih mendalam, globalisasi ini sangat besar pengaruhnya dalam aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Dari segi geografi, Indonesia dengan dengan wilayah yang luas, terdiri dari berbagai macam pulau-pulau dan lautan yang luas pula sangat memungkinkan negara asing dengan kepentingan nasionalnya seperti pencurian ikan, terjadi kerentanan bagi wilayah yang terpencil. Tanpa adanya kewaspaan masyarakat membuat mudahnya pengaruh asing, seperti mudah di adu domba karena perbedaan budaya dan latar belakang bangsa Indonesia, seperti pergolakan yang terjadi di Irian Jaya dan Timor timur karena penduduk kedua propinsi tersebut belum merasa sepenuhnya mempunyai kesamaan dengan penduduk Indonesia yang lain sebagai rumpun melayu. Gejala gejala tersebut muncul karena pengaruh nilai-nilai global dengan dalih hak asasi manusia, kelestarian lingkungan hidup, keterbukaan dan lain-lain sehingga memungkinkan terjadi pengrongrongan nilai-nilai dan ideologi bangsa seperti ideologi pancasila.
Pengaruh dan tantangan negative yang tidak sesuai dengan pancasila tersebut perlu diantisipasi dengan sikap yang kritis terutama terhadap gagasan-gagasan, ide-ide yang datang dari luar. Oleh karena itu perlu adanya pemaknaan (revitaslisasi) nilai-nilai pancasila sebagai ideologi terbuka. Pancasila selain merupakan dasar negara, juga merupakan pandangan hidup, jiwa dan kepribadian bangsa, cita-cita dan tujuan bangsa, falsafah hidup yang mempersatukan bangsa yang perlu dimaknai secara arif dan bijak baik itu pemerintah maupun seluruh komponen masyarakat.
Permasalahan Pokok
Dalam menghadapi dunia global sekarang ini, diperlukan usaha pemaknaan kembali nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi terbuka. Dengan pemaknaan tersebut, maka tentangan-tangan dan ancaman yang ada akibat adanya globalisasi dapat diantisipasi dan dihindarkan. Pancasila merupakan ideologi bangsa yang didalamnya mengandung dimensi idealitas, realitas dan fleksibilitas yang masih relevan untuk dipertahankan dalam memerangi ancaman akbiat globalisasi. Dalam sejarah bangsa Indonesia, perpedaan interpretasi dan pemaknaan terhadap pancasila itu sendiri terjadi sehingga menyebabkan penyelewengan-penyelewengan yang dilakukan oleh penguasa bangsa waktu itu.
Pada saat berdirinya negara Republik Indonesia, kita sepakat mendasarkan diri pada ideologi Pancasila dan UUD 1945 dalam mengatur dan menjalankan kehidupan negara. Dalam praktik di lapangan, terjadi banyak penyimpangan-penyimpangan yang dilakuakn. Sejak Nopember 1945 sampai sebelum Dekrit Presiden 5 Juli 1959 pemerintah Indonesia mengubah haluan politiknya menjadi sistem demokrasi liberal yang kemudian dikoreksi dengan dikeluarkannya dekrit Presiden 5 Juli 1959. Puncak dari masa orde lama ini adalah peristiwa pemberontakan Gerakan 30 September 1965. Peristiwa ini menjadi pemicu tumbangnya pemerintahan Orde Lama (Ir.Soekarno) dan berkuasanya pemerintahan Orde Baru (Jenderal Suharto). Pemerintah Orde Baru berusaha mengoreksi segala penyimpangan yang dilakukan oleh rezim sebelumnya dalam pengamalan Pancasila dan UUD 1945. Namun rezim Orde barupun akhirnya dianggap menyimpang dari garis politik Pancasila dan UUD 1945, Ia dianggap cenderung ke praktik Liberalisme-kapitalistik dalam menggelola negara. Pada tahun 1998 muncul gerakan reformasi yang dahsyat dan berhasil mengakhiri 32 tahun kekuasaan Orde Baru (Afiff, 2006).
Pemerintahan-pemerintahan rezim reformasi ini semestinya mampu memberikan koreksi terhadap penyimpangan dalam mengamalkan Pancasila dan UUD 1945 dalam praktik bermasyarakat dan bernegara yang dilakukan oleh Orde Baru. Namun, saat ini pemaknaan pancasila nampaknya bergeser pada kepentingan kekuasaan semata dan kepentingan politik, sehingga janji-janji kemerdekaan yang tertuang dalam pancasila belum terealisasi. Sudariyono (2006) memaparkan bahwa kebijakan desentralisasi yang di atur dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 mengubah system yang semula sentral menjadi sentral yang sangat memungkinkan terjadinya eksploitasi sumber daya alam karena peran Pemerintah Pusat lebih bersifat “steering dari pada rowing. Dalam pengelolaan sumber daya alam, seharusnya tidak hanya berdasarkan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) saja, tetapi pengelolaannya harus berasaskan lingkungan secara berkelanjutan, dan untuk kepentingan masyarakat secara luas.
Pertanyaan
Bagaimana signifikansi dan relevansi pemaknaan kembali (revitalisasi) nilai-nilai pancasila sebagai ideologi terbuka melalui pendidikan pancasila mampu membentengi ancaman dan tantangan globalisasi khususnya generasi muda bangsa ?
Diskusi dan Pembahasan
Pengertian ideologi terbuka adalah ideologi yang berinteraksi dengan perkembangan zaman dan adanya dinamika secara internal. Penerapannya yang terbentuk pola pikir yang dinamis dan konseptual dalam dunia modern. Kita mengenal ada tiga tingkat nilai, yaitu nilai dasar yang tidak berubah-rubah, nilai instrumental sebagai sarana mewujudkan nilai dasar yang dapat berubah sesuai dengan keadaan, dan nilai praksis yang berupa pelaksanaan secara nyata yang sesungguhnya. Seperti yang dinyatakan sebelumnya, nilai-nilai Pancasila dijabarkan dalam norma-norma dasar Pancasila yang terkandung dan tercermin dalam Pembukaan UUD 1945, nilai atau norma dasar yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945 ini tidak boleh berubah atau diubah, karena ini adalah pilihan dan hasil konsensus bangsa yang disebut kaidah pokok dasar negara yang fundamental. Perwujudan atau pelaksanaan nilai-nilai instrumental dan nilai-nilai praksis harus tetap mengandung jiwa dan semangat yang sama dengan nilai dasarnya.
Pancasila sebagai ideologi mencerminkan seperangkat nilai terpadu dalam kehidupan politik bangsa Indonesia, yang digunakan sebagai acuan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Semua gagasan yang muncul dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara ditata secara sistematis menjadi satu kesatuan yang terintegrasi. Sebagai ideologi, pancasila bersifat terbuka, luwes dan fleksibel, tidak tertutup dan kaku yang akan menyebabkan ketinggalan zaman. Pengertian pancasila sebagai ideologi terbuka bukan berarti nilai dasar yang terkandung di dalamnya dapat diubah atau diganti dengan dasar lain. Selain hal diatas, pancasila sebagai ideologi terbuka mempunyai ciri bahwa nilai-nilai dan cita-cita digali dari kekayaan adat istiadat, budaya dan religious masyarakatnya, menerima reformasi dan penguasa (pemerintah) bertanggung jawab pada masyarakat sebagai pengemban amanah rakyat.
Pemaknaan kembali nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila pancasila layaknya dapat mengembalikan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam praktik kehidupan berbangsa dan bernegara. Sila-sila dalam pancasila merupakan sebuah kesatuan yang sangat mulia demi mewujudkan cita-cita bangsa. Memang, salah satu fungsi Pancasila adalah mempersatukan, mewadahi kita semua yang berasal dari beragam budaya, sesuai lambang negara, Bhinneka Tunggal Ika, berbeda tapi satu jua! Satu bangsa, bangsa baru, Indonesia. Wiradi (2006) menjelaskan revitalisasi pancasila berarti revitalisasi semangat kemandirian, bukan semangat ketergantungan; semangat gotong royong, bukan semangat keserakahan mencari untung diri sendiri; semangat kejujuran, bukan kemunafikan; semangat keadaban, bukan semangat balas dendam; semangat kerakyatan, bukan semangat mengejar kekuasaan semata; semangat menyelamatkan lingkungan alam demi generasi yang akan datang; dan di atas semuanya itu, semangat menjunjung tinggi moralitas melalui percaya kepada kekuasaan tertinggi Tuhan Yang Maha Esa.
Pemaknaan kembali dan revitalisasi nilai-nilai pancasila ini haruslah dimulai dari sosialiasasi dan penanaman nilai-nilai pancasila kepada generasi muda penerus bangsa melalui pendidikan pancasila sehingga dapat membentengi generasi muda dari ancaman dan tantangan yang dibawa arus globalisasi. Ambil hal kecil, misalnya masalah moral yang diakibatkan mudahnya akses semua infomarmasi. Jika tidak diantisipasi dan dibentengi oleh nilai-nilai pancasila dapat menyebabkan pergeseran moral pada generasi penerus bangsa kita, seperti pergaulan bebas, seks bebas, narkoba, budaya konsumerisme dan lain sebagainya. Kenapa penulis mengambil solusi melalui pendidikan, karena pendidikan merupakan wadah penanaman ilmu pengetahuan, internalisasi nilai-nilai serta membentuk karakter anak didik setelah keluarga. Konsep penalaran moral Kohlberg memaparkan bahwa anak mulai melakukan penalaran moral seiring dengan perkembangan usianya. Agar penalaran moral ini bisa sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung pada pancasila, maka perlu dilakukan usaha sejak dini melalui pendidikan pancasila sehingga nilai-nilai tersebut bisa terintegrasi dalam diri individu sesuai dengan konsep hati nurani.
Kesimpulan
Pemaknaan kembali dan revitalisasi nilai-nilai pancasila merupakan jalan yang tepat untuk melawan pengaruh negative globalisasi. Untuk itu, diperlukan upaya dan usaha dalam menanamkan dan menginternalisasikan nilai-nilai pancasila, salah satunya melalui pendidikan pancasila lewat generasi muda penerus bangsa. Melalui pendidikan diharapkan mampu membentuk karakter pribadi penerus bangsa yang tidak goyah dan mudah rapuh oleh derasnya arus globalisasi. Selain itu, perlu adanya aktualisasi nilai Pancasila dalam kehidupan praksis yang sesuai dengan ideologi pancasila, nulai-nilai yang terkandung dalam sila pancasila dengan menjaga konsistensi, relevansi dan kontekstualisasinya.
Referensi
Afiff, Suraya.(2006). Refleksi Tantangan Tentang Pancasila dalam Pelaksanaan Pembangunan Nasional. Dalam Indonesian Journal of Sustainable Future, Vol. 2 No. 4 Desember 2006.
Sufariyono.(2006). Nasionalisme Lingkungan Wujud Kesadaran Kolektif Nasional. Dalam Indonesian Journal of Sustainable Future, Vol. 2 No. 4 Desember 2006.
Wiradi, Gunawan.(2006). Pancasila, Pembangunan dan Nasionalisme. Dalam Indonesian Journal of Sustainable Future, Vol. 2 No. 4 Desember 2006.
Mulyono. Dinamika Aktualisasi Nilai Pancasila dalam Berbansa dan bernegara. http://eprints.undip.ac.id/3241/2/3_artikel_P%27_Mulyono.pdf, diunduh pada tanggal 20 Juli 2010 pukul 01.10 WIB
Nice share!
ReplyDeleteplease visit:
http://muarastyle.blogspot.com/2011/09/mit-graduate-students-to-innovate.html
terima kasih telah mengupload materi ini, sangat membantu
ReplyDelete